Editor Indonesia, Jakarta – Kementerian Koperasi (Kemenkop) menyatakan kesiapan untuk mengambil peran dalam pengembangan ekosistem industri bioethanol di Indonesia melalui model bisnis koperasi. Inisiatif ini mendapat dukungan berbagai pihak, termasuk Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Pemerintah Provinsi Lampung, serta Kementerian Investasi dan Hilirisasi.
“Kemenkop memiliki semangat yang sama dalam mengembangkan potensi bioethanol di Indonesia,” ujar Menteri Koperasi Ferry Juliantono pada Rapat Pembahasan Percepatan Rencana Investasi Bioethanol di kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Jakarta, Kamis (23/10).
Rapat tersebut turut dihadiri Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, dan Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Nandi Julyanto.
Ferry optimistis ekosistem industri bioethanol dapat segera terwujud mengingat inisiasi regulasi sudah disiapkan Kementerian Investasi. Pemprov Lampung juga menyediakan ratusan ribu hektare lahan bahan baku seperti ubi kayu, tebu, dan jagung.
“Regulasi sudah ada. Toyota berkepentingan meningkatkan kapasitas produksi. Tugas kami membahas model bisnis skema inti-plasma yang melibatkan koperasi sebagai konsolidator petani,” jelas Ferry.
Dalam skema tersebut, Toyota berperan sebagai inti, sementara plasma merupakan petani bahan baku yang terhimpun dalam koperasi. Ferry menegaskan koperasi lebih tepat dibanding kelompok tani (Gapoktan) karena menjadi badan usaha yang terorganisasi.
Ia mengingatkan agar pola inti-plasma tidak timpang, yang menyebabkan petani tertinggal dalam perkembangan industri. Penerapan model ini rencananya selaras dengan penguatan fungsi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai offtaker produk masyarakat.
Sementara itu, Wamen Investasi Todotua Pasaribu menjelaskan Toyota akan fokus mengembangkan kendaraan berbahan bakar hidrogen dan ethanol. Pemerintah juga mulai menerapkan bahan bakar E10 atau campuran ethanol 10 persen.
“Dengan E10, terdapat potensi captive market sekitar tiga juta kiloliter, bahkan bisa mencapai empat juta kiloliter. Produksi nasional harus mengimbangi permintaan ini,” ujar Todotua. Toyota disebut siap mengamankan feedstock sekaligus masuk dalam pengembangan industri ethanol dari hulu.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyampaikan struktur ekonomi daerah masih didominasi pertanian dengan kontribusi 26 persen terhadap PDRB, sementara industri pengolahannya hanya 17–18 persen. Lampung merupakan produsen singkong terbesar nasional, serta penghasil tebu dan jagung terbesar kedua dan ketiga di Indonesia.
“Ketiga komoditas ini belum optimal dimanfaatkan. Ketersediaan bahan baku berlimpah, namun serapan industri ethanol saat ini masih terbatas,” katanya.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Nandi Julyanto menambahkan, pihaknya akan memaparkan hasil studi dan contoh penerapan ethanol di Brazil, India, dan Thailand sebagai referensi pengembangan industri di Indonesia. (RO/Har)
Baca Juga: Toyota Catat Rekor Penjualan Global di Tengah Tarif Trump












