HukumPolhukam

Kisruh Blok Migas Langgak: KCL Diduga Gunakan Mafia Hukum untuk Geser BUMD Riau

×

Kisruh Blok Migas Langgak: KCL Diduga Gunakan Mafia Hukum untuk Geser BUMD Riau

Sebarkan artikel ini
Putusan MK 135 Dinilai Ciptakan Kekuasaan Tanpa Mandat: “Demokrasi Lokal dalam Ancaman”
Ilustrasi/dok.Editor Indonesia-ai
Kisruh Blok Migas Langgak: KCL Diduga Gunakan Mafia Hukum untuk Geser BUMD Riau

Editor Indonesia, Jakarta — Upaya Kingswood Capital Ltd (KCL) mengambil alih status operator Wilayah Kerja (WK) Migas Langgak di Riau dari PT SPR Langgak, anak usaha Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), diduga telah berlangsung lama, terstruktur, dan melibatkan aktor-aktor berpengaruh, termasuk mafia peradilan kelas kakap.

Hal ini diungkapkan Sekretaris Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Hengki Seprihadi, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/6/2025).

Menurut Hengki, salah satu langkah KCL untuk merebut status operator terungkap dalam surat yang dikirimkan Country Manager KCL, Effendi Situmorang, pada 19 Februari 2025 kepada Dirut PT SPR. Dalam surat itu, Effendi mendesak agar KCL ditunjuk sebagai operator WK Langgak dengan mengacu pada Putusan Kasasi Nomor 3895 K/Pdt/2024 yang diketok Mahkamah Agung pada 30 Oktober 2024.

Namun, CERI menilai proses hukum dalam perkara tersebut patut dicurigai. Hengki menyebut, dalam proses kasasi, KCL menunjuk pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso—dua nama yang belakangan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus suap hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan.

“Rekam jejak kedua pengacara ini sudah menjadi perhatian publik. Mereka juga dikenal bisa mengatur pemberitaan dan mengarahkan opini publik dengan menyuap oknum media massa,” kata Hengki.

CERI menduga kuat putusan kasasi yang memenangkan KCL dalam sengketa dengan PT SPR dan PT SPR Langgak tidak lepas dari praktik suap yang dilakukan oleh Ariyanto dan Marcella.

“Kami mendorong Kejaksaan Agung segera menyelidiki potensi keterlibatan kedua pengacara itu dalam perkara ini. Jangan sampai mafia hukum dibiarkan menggerogoti sektor migas nasional,” ujarnya.

Kisruh Blok Migas Langgak: KCL Diduga Gunakan Mafia Hukum untuk Geser BUMD Riau

Audit BPKP dan Akar Masalah Lama

Hengki menjelaskan, permasalahan antara PT SPR dan KCL berakar pada Kesepakatan Bersama tanggal 19 April 2010 yang disebut merugikan PT SPR. Dalam laporan audit kinerja yang dirilis BPKP Riau pada 30 Desember 2014, disebutkan bahwa dalam perjanjian tersebut, PT SPR menanggung seluruh biaya joint study sebesar USD 400.000, signature bonus sebesar USD 1.005.000, dan performance bond senilai USD 1.000.000. Sementara hasil produksi dari WK Langgak justru dibagi dua dengan KCL.

Atas temuan tersebut, sejak Maret 2015, PT SPR menghentikan pembagian Participating Interest (PI) sebesar 50% kepada KCL. KCL lalu menuduh SPR melakukan wanprestasi dan menuntut penunjukan dirinya sebagai operator WK Langgak sesuai perjanjian 2010.

Kisruh Blok Migas Langgak: KCL Diduga Gunakan Mafia Hukum untuk Geser BUMD Riau

“Kesepakatan tahun 2010 ini sudah bermasalah sejak awal. Ditandatangani oleh Direktur SPR saat itu, Rahman Akil, di era Gubernur Riau Rusli Zainal dan diduga melibatkan Menteri ESDM saat itu, Purnomo Yusgiantoro. Patut dicurigai ada ‘deal’ politik atau ekonomi di balik perjanjian yang merugikan SPR sendiri,” ungkap Hengki.

Tuduhan Penggelapan dan Nama-Nama Besar di Balik KCL

Tak hanya melayangkan gugatan hukum, KCL juga sempat menuduh dua petinggi SPR dan SPR Langgak melakukan penggelapan. Namun, Mahkamah Agung menolak tuduhan tersebut dan memerintahkan pemulihan nama baik keduanya.

Hengki juga menyebut nama-nama pengusaha migas seperti Edi Yosfi dan Yohanes Eka Chandra sebagai pihak yang diduga kuat berada di balik manuver KCL. Bahkan, jaringan pengacara Ariyanto dan Marcella disebut-sebut memiliki koneksi dengan tokoh intelijen senior AMH.

“Nama-nama itu memang belum terkonfirmasi secara resmi, tapi sudah ramai dibicarakan di berbagai kalangan, termasuk di obrolan warung kopi. Fakta ini harus disikapi serius oleh penegak hukum,” tegas Hengki.

CERI menyerukan agar aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung dan Komisi Yudisial, turun tangan menyelidiki secara menyeluruh dugaan pelanggaran hukum dan mafia peradilan dalam kasus ini demi menjaga kedaulatan migas nasional dan integritas sistem peradilan. (RO/Har)