Editor Indonesia, New York – Resolusi Kongres Amerika Serikat (AS) yang menyatakan aksi kritis di sejumlah kampus terkemuka di AS terhadap Israel adalah hatespeech (ujaran kebencian) terhadap agama Yahudi, merupakan penyesatan. Faktanya tidak sedikit mahasiswa penentang agresi militer Israel ke Palestina adalah umat Yahudi.
Demikian nilai Presiden Nusantara Foundation sekaligus Imam Islamic Cultural Center New York, Amerika Serikat, Shamsi Ali, terhadap resolusi yang Kongres AS keluarkan menanggapi gelombang aksi unjuk rasa anti-Israel. Gelombang unjuk rasa di beberapa perguruan tinggi terkemuka di AS, tak jarang berujung bentrok dengan polisi.
“Resolusi dari Kongres AS yang menyamakan kritik terhadap Israel dengan kritik terhadap Yudaisme tidak dapat diterima,” ucap Imam Shamsi dengan tegasnya.
Di dalam surat elektroniknya, Imam Shamsi Ali mengatakan sikap tidak suka atau benci terhadap Yahudi sebutannya adalah anti-Semit. Sedangkan di dalam resolusinya, Kongres AS sengaja mengaburkan makna antara pemerintahan Israel dengan kebencian terhadap masyarakat Yahudi, padahal keduanya adalah dua entitas yang berbeda.
“Resolusi tersebut ingin menegaskan bahwa kritik terhadap negara Israel merupakan bentuk kebencian terhadap penganut agama Yahudi. Padahal agama dan negara adalah dua entitas yang berbeda. Negara adalah entitas buatan manusia. Sedangkan agama diyakini sebagai entitas yang diilhami ketuhanan,” jelas pendiri Pesantren Nusantara Madani di Moodus, AS, tersebut dalam keterangannya, dikutip pada Ahad (5/5/2024).
Resolusi dari Kongres AS lebih banyak mencerminkan wajah politik Amerika yang sebenarnya mendukung segala aksi Israel. Walau aksi-aksi pemerintah Israel jelas-jelas merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusian yang berlaku universal.
Ada alasan kuat untuk menilai bahwa pengaburan makna antara Israel dan Yahudi seperti tertera dalam resolusi Kongres AS sebagai aksi penyesatan. Negara yang meskipun mengklaim secara resmi menganut agama tertentu sebagai agama resminya, tidak dapat dianggap mewakili agama tersebut secara keseluruhan.
“Seperti yang kita saksikan saat ini, Israel melakukan penindasan dan pembunuhan massal terhadap warga Palestina. Bagaimana mungkin itu bisa disamakan dengan ajaran agama atau keyakinan?” gugat Shamsi Ali yang bertempat tinggal di New York, AS.
Seperti diketahui, akhir tahun lalu Kongres Amerika Serikat meloloskan resolusi yang menyamakan anti-Zionisme dengan anti-Semitisme dengan hasil suara 311 dibanding 14. Di dalam resolusi itu, Kongres menyebut para aktivis yang menggelar aksi pawai mendukung Palestina dan menuntut gencatan senjata sebagai “perusuh”.
Mereka dianggap melontarkan bahasa yang penuh kebencian dan keji yang memperkuat tema-tema anti Semit. Inilah yang menjadi acuan aparat keamanan melakukan tindakan represif terhadap aksi-aksi unjuk rasa di beberapa kampus perguruan tinggi ternama menentang agresi militer Israel terhadap Palestina.
Berdasarkan data Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP), di hari ke-200 perang Gaza melawan Israel, setidaknya lebih dari 34.183 telah terbunuh oleh tentara Zionis. Ada 77.143 korban luka-luka, termasuk di antaranya 485 tenaga medis, 140 jurnalis, 66 lebih pemadam kebakaran dan lebih dari 7000 orang yang hilang.
Agresi Israel ke wilayah Gaza di hari ke-200 ini juga telah menjatuhkan lebih dari 75,000 ton bom yang menargetkan 380,000 rumah, 206 situs sejarah, 550 masjid, 3 gereja dan 32 rumah sakit. Menghancurkan lebih dari 178 kantor pemerintahan, 412 sekolah dan universitas, 126 ambulan serta 159 lembaga kesehatan. (Luhur Hertanto/EI-1)












