Opini

Kontroversi ITF dan RDF di Jakarta: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

×

Kontroversi ITF dan RDF di Jakarta: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Sebarkan artikel ini
Pramono Diuji: Pecat ASN DKI Jakarta yang Poligami atau Selingkuh
Sugiyanto Emik, /dok.Editor Indonesia/HO-pri

Oleh: Sugiyanto*

Proyek pengelolaan sampah di Jakarta kembali menjadi sorotan. Setelah pembatalan Intermediate Treatment Facility (ITF), kini pembangunan Refuse Derived Fuel (RDF) Plant juga menghadapi berbagai kendala. Polemik ini menimbulkan banyak pertanyaan mengenai transparansi, tanggung jawab, dan efektivitas kebijakan pemerintah dalam menangani permasalahan sampah ibu kota.

Perjalanan Proyek ITF

ITF pertama kali digagas oleh Gubernur Fauzi Bowo (Foke) dan sudah melalui proses lelang pada akhir masa jabatannya di tahun 2012. Sayangnya, proyek ini gagal terealisasi karena berbagai kendala yang belum terselesaikan.

Di era Gubernur Anies Baswedan, proyek ini kembali dihidupkan. Groundbreaking ITF Sunter di Tanjung Priok, Jakarta Utara, dilakukan dengan pelaksana proyek Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Perusahaan ini telah menggelontorkan dana besar untuk proyek tersebut. Namun, di bawah kepemimpinan Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono, proyek ITF mendadak dihentikan.

Munculnya RDF Plant: Solusi atau Masalah Baru?

Sebagai pengganti ITF, pemerintah tiba-tiba menggagas pembangunan RDF Plant. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjadi salah satu pihak yang paling bersemangat dalam proyek ini. RDF Plant awalnya direncanakan beroperasi pada awal 2025, tetapi peresmian terus tertunda. Masalah bau menyengat serta keluhan warga sekitar terkait dampak kesehatan semakin menambah daftar panjang permasalahan proyek ini.

Penundaan demi penundaan terjadi. Awalnya dijadwalkan rampung pada awal tahun, kemudian mundur ke Maret, lalu April, dan kini kembali ditargetkan selesai pada Juli 2025. Namun, masih ada pertanyaan besar: siapa yang bertanggung jawab atas pembatalan ITF dan permasalahan RDF Plant yang gagal beroperasi? Apakah eks Pj Gubernur Heru Budi, Kepala Dinas LH Asep Kuswanto, atau ada faktor lain yang belum terungkap?

Kerugian Negara dan Indikasi KKN?

Dari segi anggaran, pertanyaan lebih besar muncul: siapa yang bertanggung jawab atas biaya pembangunan ITF yang telah dikeluarkan oleh PT Jakpro? Apakah eks Gubernur Anies Baswedan, PT Jakpro, atau Dinas Lingkungan Hidup? Jika dihitung lebih jauh, apakah kerugian yang dialami PT Jakpro akibat dihentikannya pembangunan ITF dapat dikategorikan sebagai kerugian negara?

Selain itu, proyek RDF Plant juga perlu ditelusuri lebih dalam. Apakah ada indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam proses pembangunannya? Jika benar, maka bukan hanya transparansi yang dipertaruhkan, tetapi juga kredibilitas pemerintah dalam mengelola kebijakan publik.

Tak Hanya ITF dan RDF, Masih Ada PR Lain

Selain masalah ITF dan RDF, masih banyak isu lain yang perlu mendapat perhatian serius, seperti pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) dan Kandang Persija, polemik Formula E, masalah Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW), penyaluran Bansos COVID-19, serta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dari 2005 hingga 2023.

Khusus untuk LHP BPK, hingga kini masih banyak rekomendasi yang belum ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI Jakarta. Bahkan, beberapa temuan dalam laporan keuangan sejak 2005 dibiarkan tanpa penyelesaian. Saya pernah meminta data rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti, tetapi tidak mendapatkan respons yang memadai. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, data ini seharusnya dapat diakses demi transparansi pemerintahan.

Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas

Gubernur DKI Jakarta saat ini, Pramono Anung, memiliki kesempatan besar untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan. Dengan membuka data rekomendasi BPK yang belum ditindaklanjuti, masyarakat dapat melihat secara jelas permasalahan yang terjadi di Jakarta. Lebih dari itu, langkah ini juga dapat memberikan dampak positif secara politik, ekonomi, dan kebijakan.

Kita membutuhkan pemerintahan yang tidak hanya berani membuat kebijakan, tetapi juga bertanggung jawab atas dampak dan implikasinya. Pembatalan ITF dan permasalahan RDF Plant adalah cerminan dari tata kelola yang masih bermasalah. Kini, publik menunggu jawaban: siapa yang akan bertanggung jawab?

*) Sugiyanto (SGY)-Emik, Pemerhati Jakarta