Editor Indonesia, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami detail waktu pertemuan antara mantan Bendahara Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Muhammad Tauhid Hamdi, dengan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan klarifikasi kronologi tersebut penting dalam penyidikan dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.
“Kami masih mendalami apakah pertemuan itu terjadi sebelum atau setelah terbitnya SK Menteri Agama terkait kuota tambahan. Itu yang sedang kami gali,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/9) malam.
Asep menambahkan, jika pertemuan berlangsung sebelum Surat Keputusan (SK) Nomor 130 Tahun 2024 diterbitkan, besar kemungkinan pembicaraan menyangkut kebijakan kuota. Namun jika setelah SK terbit, dugaan penyidik akan mengarah pada pembahasan aliran dana.
“Masa bertemu diam-diam tanpa ada pembicaraan? Pertanyaannya, apa yang dibicarakan? Itu yang sedang kami telusuri,” kata Asep.
Pada kesempatan berbeda, usai diperiksa KPK, Tauhid Hamdi mengaku mendapat 11 pertanyaan, salah satunya terkait pertemuannya dengan Yaqut. Ia menyebut pertemuan itu memang membicarakan soal kebijakan kuota haji tambahan.
Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada 9 Agustus 2025.
Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat kasus tersebut.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler. (Frd)












