Editor Indonesia, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady, sebagai tersangka penerima suap dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan di Lampung. Penetapan ini diumumkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (14/8).
“KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung 14 Agustus sampai dengan 1 September 2025 di rumah tahanan (rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
Menurut Asep, penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu (13/8/2025) di empat lokasi, yaitu Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor.
“KPK mengamankan sembilan orang dan sejumlah barang bukti, di antaranya uang tunai SGD189.000, uang Rp8,5 juta, satu unit mobil Rubicon, dan satu unit mobil Pajero,” ujarnya.
Dua Pemberi Suap Ikut Jadi Tersangka
KPK juga menetapkan dua tersangka lain dari pihak swasta sebagai pemberi suap, yakni Djunaidi (Direktur PT Paramitra Mutia Langgeng) dan Aditya (staf perizinan SB Grup).
“Dua tersangka tersebut diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas Asep.
Kronologi Dugaan Suap
Kasus bermula dari kerja sama pengelolaan kawasan hutan seluas 55.157 hektare antara PT Inhutani V dan PT Paramitra Mutia Langgeng di tiga wilayah register di Lampung.
Kerja sama ini meliputi tiga wilayah, yakni register 42 (Rebang) seluas sekitar 12.727 ha; register 44 (Muaradua) seluas sekitar 32.375 ha; dan register 46 (Way Hanakau) seluas sekitar 10.055 ha.
Pada 2018, terdapat permasalahan hukum atas kerja sama tersebut karena PT Paramitra Mutia Langgeng tidak melakukan kewajiban membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) periode 2018-2019 senilai Rp2,31 miliar, dan pinjaman dana reboisasi senilai Rp500 juta per tahun, serta belum memberi laporan pelaksanaan kegiatan kepada PT Inhutani V per bulannya.
KPK menduga, sejak Agustus 2024 hingga Agustus 2025, Dicky menerima sejumlah uang dan fasilitas dari Djunaidi, termasuk uang tunai Rp100 juta, mobil baru senilai Rp2,3 miliar, dan SGD189.000. Pemberian tersebut diduga terkait persetujuan perubahan dokumen Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang menguntungkan pihak swasta.
“Pemberian uang dan fasilitas ini bertujuan untuk mempermudah dan mengamankan kepentingan pengelolaan kawasan hutan oleh pihak swasta, meskipun sebelumnya terdapat kewajiban yang belum dipenuhi,” ungkap Asep.
Pasal yang Disangkakan
Dicky dijerat sebagai penerima suap dengan dugaan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Djunaidi dan Aditya dijerat sebagai pemberi suap sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Frd)
Baca Juga: OTT KPK Sasar INHUTANI V, Sembilan Orang Termasuk Direksi BUMN Diamankan