Editor Indonesia, Jakarta – Kabar kurang sedap menghampiri PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Maskapai nasional ini mengakui adanya penahanan operasional terhadap 15 armadanya, termasuk dari lini bisnis low-cost carrier Citilink. Langkah berat ini diambil sebagai imbas dari krisis rantai pasok suku cadang pesawat yang kini melanda industri penerbangan global.
Menurut Direktur Teknik Garuda Indonesia, Rahmat Hanafi, penundaan operasional ini murni disebabkan oleh kendala kapasitas produksi suku cadang yang berdampak luas. Secara spesifik, satu pesawat Garuda dan 14 armada Citilink tengah menanti giliran heavy maintenance yang terhambat ketersediaan komponen.
“Kami sedang berupaya mempercepat penjadwalan perawatan rutin, termasuk penggantian suku cadang, agar armada tersebut dapat segera kembali melayani penerbangan. Seluruh proses pemeliharaan ini kami targetkan selesai pada tahun 2025,” jelas Hanafi dalam pernyataan resminya.
Lebih lanjut, Hanafi mengungkapkan bahwa isu keterbatasan suku cadang ini bukan hanya menjadi masalah internal Garuda, melainkan fenomena global yang mempengaruhi hampir seluruh maskapai penerbangan. Kondisi ini secara otomatis memperpanjang durasi proses heavy maintenance yang krusial untuk menjaga standar keselamatan dan kelaikan terbang pesawat.
Sebelumnya, dilaporkan sekitar 15 jet Garuda yang “dikandangkan”, mayoritas di antaranya adalah milik Citilink. Dikutip dari Bloomberg Technoz, Laporan tersebut mengindikasikan kesulitan finansial dalam pembayaran biaya perawatan sebagai pemicu utama, menimbulkan pertanyaan mengenai keberlanjutan rencana pemulihan maskapai pelat merah ini. Bahkan, beberapa pemasok dikabarkan meminta pembayaran di muka untuk suku cadang dan tenaga kerja akibat kekhawatiran kondisi keuangan Garuda.
Menanggapi situasi ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberikan kepastian bahwa operasional penerbangan komersial berjadwal Garuda Indonesia dan Citilink tetap berjalan normal.
“Untuk penerbangan komersial Citilink saat ini masih beroperasi sesuai izin yang kami berikan. Tidak ada dampak komersial yang signifikan,” tegas Direktur Angkutan Udara Kemenhub, Agustinus Budi Hartono dikutip dari Bloomberg Technoz Selasa (6/5/2026).
Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Garuda Indonesia di tengah upaya pemulihan pasca pandemi. Efisiensi dalam manajemen rantai pasok dan percepatan proses heavy maintenance akan menjadi kunci agar maskapai dapat segera mengoperasikan kembali seluruh armadanya dan menjaga kualitas layanan bagi para penumpang. (Frd)