Editor Indonesia, Jakarta – Zhao Weiguo, mantan Chairman perusahaan semikonduktor raksasa milik negara China, Tsinghua Unigroup, dijatuhi hukuman mati oleh pihak berwenang atas serangkaian kejahatan keuangan.
Pengadilan di Jilin menyatakan Zhao bersalah atas penggelapan, pencarian keuntungan ilegal, dan penyalahgunaan kepercayaan yang menyebabkan kerugian aset negara hingga lebih dari USD 194,22 juta (sekitar Rp 3,196 triliun).
Menurut laporan media pemerintah China, CCTV, hukuman mati tersebut diberikan dengan penangguhan selama dua tahun. Artinya, jika Zhao tidak melakukan tindak pidana lain dalam kurun waktu tersebut, hukumannya berpotensi diubah menjadi penjara seumur hidup.
Kronologi Kejatuhan Zhao Weiguo:
- 2013-2022: Zhao Weiguo memimpin Tsinghua Unigroup dan menerapkan strategi akuisisi agresif yang mengakibatkan perusahaan mengakuisisi lebih dari 20 perusahaan, mayoritas di sektor semikonduktor. Di bawah kepemimpinannya, aset perusahaan melonjak drastis dari 1,3 miliar yuan menjadi hampir 298 miliar yuan, menjadikannya pemain kunci dalam ambisi semikonduktor nasional China
- Akhir 2020: Fondasi keuangan ekspansi pesat Unigroup mulai goyah, ditandai dengan gagal bayar utang.
- Desember 2021: Setelah adanya intervensi dari perusahaan induk Tsinghua Holdings, Tsinghua Unigroup dinyatakan bangkrut.
- Pertengahan 2022: Restrukturisasi perusahaan yang diawasi pengadilan selesai, dengan kepemilikan beralih sepenuhnya ke pemegang saham baru, Beijing Zhiguangxin Holding. Tak lama setelah itu, Zhao Weiguo mengundurkan diri dan mulai diselidiki.
- Maret 2023: Komisi Pusat Inspeksi Disiplin China secara resmi menuduh Zhao melakukan penggelapan, memperkaya rekanan secara ilegal, dan merugikan kepentingan perusahaan publik. Kasusnya kemudian dilimpahkan ke jaksa penuntut.
- Senin, 19 Mei 2025: Pengadilan di Jilin menjatuhkan vonis hukuman mati dengan penangguhan dua tahun kepada Zhao Weiguo atas serangkaian kejahatan keuangan yang dilakukannya selama menjabat sebagai pimpinan Tsinghua Unigroup.
Pengadilan menemukan bahwa Zhao menyalahgunakan jabatannya untuk mengarahkan transaksi properti dan kontrak perusahaan yang menguntungkan kepada pihak yang memiliki hubungan dengannya.
Meskipun pengadilan mengakui adanya faktor-faktor yang meringankan seperti pengakuan penuh, kerja sama dengan penyidik, dan pengembalian keuntungan ilegal, serta penyitaan seluruh aset pribadinya, besarnya kerugian negara yang diakibatkan oleh tindakan Zhao menjadi pertimbangan utama dalam putusan hukuman mati tersebut.
Pihak berwenang menyatakan bahwa Zhao telah “dibutakan oleh keserakahan” dan menyalahgunakan sumber daya publik untuk keuntungan pribadi, memperlakukan perusahaan milik negara sebagai “wilayah pribadi”. (Her)












