Editor Indonesia, Jakarta — Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengimbau seluruh kepala daerah agar merumuskan kebijakan pajak dan retribusi yang berpihak pada masyarakat, serta menghindari keputusan yang tiba-tiba dan memberatkan warga.
Tito menyampaikan hal itu di Jakarta pada Kamis, menanggapi polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati yang sempat naik hingga 250 persen dan memicu unjuk rasa massa.
“Saya mohon kepada kepala daerah, setiap kebijakan yang berhubungan dengan pajak dan retribusi jangan sampai memberatkan masyarakat. Lakukan bertahap saja,” kata Tito.
Mantan Kapolri itu juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Menurut Tito, perhitungan NJOP harus dilakukan secara teliti agar tidak menimbulkan beban yang tidak proporsional bagi masyarakat.
“Prinsip utamanya itu: jangan sampai memberatkan masyarakat,” ujarnya.
Tito menyoroti pula pentingnya proses sosialisasi yang memadai sebelum kebijakan diberlakukan. Ia menyarankan agar aturan yang disusun diberi jeda waktu pelaksanaan, misalnya disahkan tahun ini tetapi mulai berlaku pada 1 Januari tahun berikutnya sehingga masyarakat memiliki waktu menerima dan menyesuaikan diri.
“Misalnya, dibuat tahun ini, tetapi berlakunya mulai 1 Januari tahun berikutnya,” katanya.
Selain meminta kepala daerah lebih responsif dan akomodatif, misalnya melalui dialog dengan masyarakat. Tito mengingatkan warga untuk menyalurkan aspirasi dengan mekanisme yang benar dan menghindari tindakan anarkis.
“Kalau ada tuntutan, lakukan dengan mekanisme yang ada. Jangan melanggar,” katanya.
Insiden di Pati terjadi Rabu, 13 Agustus 2025, ketika puluhan ribu warga menggelar demonstrasi di Alun-Alun Kota Pati menuntut pengunduran diri Bupati Sudewo terkait kebijakan kenaikan PBB-P2. Aksi yang berlangsung di depan Pendopo Kabupaten berujung bentrokan dan tindakan represif aparat.
Pada akhirnya pemerintah daerah membatalkan kenaikan tersebut, tarif PBB-P2 dikembalikan ke besaran yang berlaku pada tahun 2024, setelah protes meluas memicu kegaduhan publik.
Tito menegaskan bagi para pemimpin daerah bahwa kebijakan fiskal daerah harus memperhitungkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, dirancang secara bertahap, serta disosialisasikan dengan baik agar tidak menimbulkan keresahan. (Frd)








