Hukum

Mendes Yandri Temui Kejagung, Upayakan Pembebasan Dua Desa yang Jadi Agunan

×

Mendes Yandri Temui Kejagung, Upayakan Pembebasan Dua Desa yang Jadi Agunan

Sebarkan artikel ini
Mendes Yandri Temui Kejagung, Upayakan Pembebasan Dua Desa yang Jadi Agunan
Desa Sukaharja Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor/Dok.ist
Desa jadi agunan BLBI

Editor Indonesia, Jakarta — Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto menjadwalkan pertemuan dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada pekan depan untuk mencari solusi atas kasus dua desa di Kabupaten Bogor yang dijadikan agunan dalam proses Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

“Mungkin minggu depan Rabu atau Kamis, Insya Allah sudah terjadwal. Ini menjadi prioritas Kementerian Desa untuk segera kami selesaikan,” kata Yandri di Jakarta, Kamis (9/10).

Selain Kejagung, Kemendes juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Langkah ini merupakan tindak lanjut arahan MA, mengingat dua desa tersebut — Desa Sukaharja dan Sukamulya, Kecamatan sukamakmur — kini tercatat sebagai aset negara.

“Atas arahan Mahkamah Agung tadi, kami akan melakukan koordinasi dengan sesama eksekutif, yaitu Kejaksaan Agung dan Kementerian Keuangan, karena aset yang diagunkan dalam proses BLBI itu sekarang menjadi kewenangan Kementerian Keuangan,” jelas Yandri.

Ia menargetkan penyelesaian persoalan ini dapat tuntas pada Oktober 2025. Yandri berharap, pembebasan dua desa tersebut bisa menjadi “kado terbaik” bagi masyarakat desa dalam memperingati satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang dilantik pada 20 Oktober 2024.

“Itu juga buat kado terbaik kepada masyarakat di setahun Pemerintah Pak Prabowo,” ujarnya.

Diketahui, total luas aset yang menjadi agunan mencapai sekitar 800 hektare — terdiri atas 337 hektare di Desa Sukaharja dan 451 hektare di Desa Sukamulya. Kondisi tersebut menyebabkan warga kesulitan memanfaatkan lahan mereka untuk kegiatan ekonomi.

Desa Sukaharja sendiri telah berdiri sejak sebelum kemerdekaan, tepatnya tahun 1930. Namun kepemilikan atas tanahnya terenggut karena tercatat sebagai aset sitaan akibat kasus BLBI, sehingga warga tidak dapat mengelola lahan sebagaimana mestinya. (Frd)