Editor Indonesia, Jakarta – Tagar #KaburAjaDulu kini menggema di berbagai platform media sosial. Bukan sekadar tren sesaat, tetapi cerminan dari keresahan masyarakat, khususnya generasi muda Indonesia, terhadap kondisi ketenagakerjaan di dalam negeri. Dari kampus hingga ruang diskusi ekonomi, dari warung kopi hingga seminar akademik, tema ini terus diperbincangkan.
Apa sebenarnya makna di balik tagar ini? Bukan sekadar ajakan untuk lari dari tanggung jawab, tetapi sebuah ungkapan kekecewaan terhadap sulitnya mencari pekerjaan yang layak di Indonesia. Bagi banyak anak muda, solusi yang paling masuk akal adalah pergi—keluar negeri, mencari peluang di tempat lain, di mana peluang kerja lebih terbuka dan gaji lebih menjanjikan.
Realitas Sulitnya Mencari Kerja di Indonesia
Para pakar ekonomi dan pengamat kebijakan publik tidak menampik bahwa kondisi ketenagakerjaan di Indonesia semakin sulit. Pemangkasan anggaran pada sektor yang justru menjadi penyerap tenaga kerja, seperti infrastruktur, pertanian, perikanan, dan pendidikan, semakin mempersempit kesempatan kerja. Banyak pabrik tutup, perusahaan hengkang ke luar negeri, sementara lapangan kerja baru tak kunjung tercipta.
Situasi ini diperburuk oleh tingginya persyaratan dalam mencari kerja di dalam negeri: usia harus muda, pendidikan minimal sarjana, memiliki pengalaman kerja, dan sering kali membutuhkan ‘orang dalam’. Bandingkan dengan di luar negeri, di mana prosesnya lebih transparan dan gaji yang ditawarkan lebih kompetitif.
Tak heran jika banyak anak muda memilih untuk mencari pekerjaan di Malaysia, Singapura, Taiwan, Hong Kong, Timur Tengah, Korea Selatan, Australia, Eropa, hingga Amerika Serikat. Bukan karena mereka tidak mencintai Indonesia, tetapi karena mereka butuh hidup yang layak.
Respons Pemerintah yang Dipertanyakan
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo perlu segera memberikan respons yang lebih konkret. Sebab, isu ini bukan sekadar tren media sosial, tagar #KaburAjaDulu merupakan realitas yang dialami jutaan anak muda. Pernyataan beberapa pejabat yang menyebut pekerja migran sebagai “kelas rendah” atau “tidak nasionalis” justru semakin memperparah kegelisahan publik.
Di sisi lain, korupsi yang masih merajalela dan utang negara yang terus membengkak semakin menambah beban ekonomi. Jika tidak ada kebijakan nyata untuk membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, eksodus tenaga kerja muda ke luar negeri akan terus terjadi.
Masa Depan yang Perlu Dibenahi
Indonesia memiliki potensi besar, tetapi potensi itu tidak akan berarti jika rakyatnya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang di tanah air sendiri. Pemerintah perlu melihat fenomena #KaburAjaDulu sebagai alarm peringatan, bukan sekadar keluhan biasa. Jika tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin suatu saat nanti Indonesia akan kehilangan generasi mudanya yang berkompeten, karena mereka sudah memilih untuk pergi dan tak kembali.
Saatnya pemerintah membuktikan bahwa negeri ini masih layak untuk diperjuangkan, bukan hanya dengan janji, tetapi dengan aksi nyata. (Frd)