Editor Indonesia, Jakarta – Menkominfo harus mundur setelah terbuka tidak kapabilitasnya pada Rapat Kerja dengan Komisi 1 DPR RI, hari ini, Kamis 27 Juni 2024. Dalam rapat kerja itu DPR memanggil Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi serta Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian. Topik utama rapat ini adalah lumpuhnya Pusat Data Nasional sementara-2 (PDNs-2) yang sudah berlangsung selama sepekan sejak 20 Juni 2024.
Rapat ini dimulai 20 menit lebih lambat dari jadwal pukul 16.00 dan dipimpin oleh Ketua Komisi Meutya Hafidz (FGolkar), didampingi Abdul Kharis Almasyhari (FPKS).
Pernyataan dan jawaban dari Menkominfo dan Kepala BSSN dalam rapat tersebut membuat banyak pihak geleng-geleng kepala. Kedua pejabat tersebut tampak tidak menguasai masalah dan cenderung saling lempar tanggung jawab.
Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, memaparkan tiga langkah penanganan pasca serangan ransomware Brain Chiper Lockbit 3.0, yaitu langkah jangka pendek, menengah, dan panjang. Namun, rencana tersebut dihitung dalam hitungan bulan, yang dianggap ketinggalan zaman oleh banyak pihak, mengingat era teknologi saat ini yang serba cepat.
Solusi yang ditawarkan oleh Kemenkominfo selama enam bulan ke depan dinilai sangat tidak memuaskan. Dalam jangka pendek sebulan ke depan, mereka hanya melakukan inventarisasi dan pemulihan aset. Selama tiga bulan, fokus pada pemulihan penuh, redeploy, dan perbaikan SOP, serta audit keamanan dan implementasi audit untuk enam bulan ke depan. Solusi ini dianggap sangat kurang update di tengah era IoT (Internet of Things), Big Data, dan AI (Artificial Intelligence).
Lodewijk F. Paulus (FGolkar) menyatakan bahwa langkah Kemenkominfo dan BSSN sangat tertinggal jauh dari yang dibutuhkan. TB Hasanuddin (FPDIP) menyebut kasus ini sebagai “Kebodohan Nasional” karena pemerintah tampak tidak mampu mengelola data vital negara. BSSN mengakui bahwa hanya 2% data yang tersisa dari peretasan PDNs-2, sementara 98% data sudah terenkripsi dan rusak.
Menurut data yang ada, dari 239 talent yang terdampak, 30 adalah kementerian atau lembaga, 15 provinsi, 148 kabupaten, dan 46 kota yang semuanya tidak bisa diakses lagi. Beberapa data yang disebut “pulih” sebenarnya hanya karena masih memiliki backup di server lama, bukan di PDNs-2 yang diserang.
“Kasus ini adalah tragedi besar bagi Indonesia, dengan data publik yang sekarang terenkripsi sebenarnya sudah dicuri dan siap dibocorkan. Data tersebut meliputi data kependudukan, kesehatan, keuangan, dan bahkan intelijen. Dampak dari kejadian ini sangat kritis dan tidak bisa dianggap enteng,” ujar Dr. KRMT Roy Suryo – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen, kepada editorindonesia.com, Kamis (27/6/2024).
Menurut Roy, berdasarkan UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, pemerintah seharusnya bertanggung jawab atas kegagalan melindungi data tersebut. “Menkominfo Budi Arie Setiadi harus mundur, sebagaimana yang disuarakan oleh banyak pihak, termasuk petisi SafeNet saat ini,” tegas Roy. (Jio)