Oleh: Khudori*
Isu yang semula hanya rumor akhirnya benar terjadi: Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi resmi diberhentikan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116/P Tahun 2025 tertanggal 9 Oktober 2025, posisi Arief digantikan oleh Andi Amran Sulaiman. Dengan demikian, Amran kini memegang dua jabatan strategis sekaligus—Menteri Pertanian dan Kepala Bapanas.
Kepada awak media pada 12 Oktober 2025, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa penunjukan tersebut dilakukan karena fungsi Bapanas sebelumnya berada di bawah Kementerian Pertanian.
“Tidak ada masalah,” kata Prasetyo, seraya menambahkan bahwa Arief akan segera mendapat penugasan baru dari Presiden Prabowo. Namun hingga serah terima jabatan pada 13 Oktober 2025, penugasan baru itu belum juga diumumkan.
Publik bukan hanya menanti kabar mengenai Arief, tetapi juga mempertanyakan alasan di balik rangkap jabatan ini. Amran Sulaiman menegaskan langkah tersebut bertujuan untuk efisiensi. “Kita hanya ikut perintah atasan,” ujarnya, sembari menyebut Bapanas dulunya memang berakar dari struktur di Kementerian Pertanian.
Asal-usul dan Peran Bapanas
Bapanas dibentuk pada 29 Juli 2021 melalui Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2021. Lembaga ini merupakan metamorfosis dari Badan Ketahanan Pangan, yang sebelumnya berstatus eselon I di Kementerian Pertanian, dan merupakan amanah dari UU Pangan No. 18 Tahun 2012. Saat Arief ditunjuk menjadi Kepala Bapanas pada 21 Februari 2022, sebagian besar pegawainya berasal dari Badan Ketahanan Pangan, ditambah personel hasil rekrutmen lintas kementerian/lembaga.
Namun secara kelembagaan, Bapanas tidak pernah berada di bawah Kementerian Pertanian. Ia dirancang sebagai lembaga koordinatif lintas kementerian—mirip Badan Karantina Indonesia, gabungan antara Badan Karantina Pertanian dan Badan Karantina Ikan.
Sesuai Perpres 66/2021, Bapanas memiliki tiga fungsi strategis:
- Koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan pangan;
- Koordinasi pelaksanaan kebijakan pangan;
- Pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui BUMN bidang pangan.
Dengan mandat tersebut, Bapanas semestinya menjadi institusi superbody yang mengoordinasikan seluruh rantai pangan nasional—mulai dari produksi, distribusi, stabilisasi harga, hingga keamanan pangan.
Kelemahan Struktural Sejak Awal
Sejak awal, Bapanas berdiri di atas fondasi yang rapuh.
Pertama, pembentukannya terlambat sembilan tahun dari tenggat yang diamanatkan UU Pangan.
Kedua, wewenangnya terbatas, hanya sebagian dari Kementerian Pertanian, Perdagangan, dan BUMN yang dialihkan.
Ketiga, karena berbentuk “badan”, Bapanas tidak menjadi peserta rapat kabinet, membuat posisi koordinatifnya lemah di hadapan kementerian yang lebih tinggi.
Keempat, anggarannya terus menyusut dari tahun ke tahun.
Ketika Presiden Prabowo membentuk Badan Gizi Nasional (BGN) untuk program Makan Bergizi Gratis, sebagian fungsi gizi di Bapanas bahkan dipindahkan ke BGN. Terbaru, dalam draf RUU Pangan versi 24 September 2025, Bapanas direncanakan dilebur ke BULOG, menjadikannya operator utama kebijakan pangan nasional.
Potensi Benturan Kepentingan
Rangkap jabatan mungkin mempercepat koordinasi, namun secara hukum berpotensi melanggar Pasal 23 UU No. 61/2024 tentang Kementerian Negara, yang melarang menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain.
Lebih jauh, potensi benturan kepentingan sulit dihindari. Misalnya, Kementerian Pertanian memiliki program swasembada gula konsumsi pada 2028, yang menuntut penurunan impor. Namun Bapanas bertanggung jawab menjaga ketersediaan dan stabilitas harga gula—yang kadang justru memerlukan impor. Dalam kondisi seperti ini, sulit memastikan pejabat yang merangkap jabatan bisa bersikap objektif.
Situasi serupa terlihat dalam kasus BULOG. Tahun ini BULOG menargetkan penyerapan 3 juta ton beras dari gabah semua kualitas. Serapan memang tinggi, tetapi intervensi pasar terlambat dilakukan. Harga beras naik sejak April, namun operasi pasar baru dimulai pertengahan Juli 2025. Hasilnya, meski stok beras mencapai rekor 4 juta ton, harga tetap tinggi.
Beras hasil penyerapan gabah beragam kualitas menimbulkan masalah mutu dan membengkaknya subsidi. Petani diuntungkan, tetapi konsumen menjerit. Di sinilah muncul dilema: kepentingan produsen versus kepentingan konsumen.
Menata Ulang Tata Kelola Pangan Nasional
Jika efisiensi menjadi alasan utama, yang dibutuhkan bukan rangkap jabatan, melainkan penataan ulang kelembagaan pangan nasional agar koordinasinya tidak tumpang tindih. Saat ini, terdapat Menteri Koordinator Bidang Pangan dan BGN, dua lembaga yang juga memiliki fungsi koordinatif. Bahkan, tugas “sinkronisasi dan koordinasi” yang diemban Menko Pangan menurut Perpres 147/2024 tumpang tindih dengan peran Bapanas.
Efisiensi tidak boleh mengorbankan akuntabilitas dan independensi kebijakan pangan. Dalam urusan sebesar dan seluas pangan, koordinasi yang kuat dan posisi yang jelas jauh lebih penting daripada sekadar penggabungan jabatan.
Wallahu a‘lam.
*)Pengurus Pusat PERHEPI, Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO, dan Pegiat AEPI
Referensi:
– https://nasional.kompas.com/read/2025/10/13/10252811/istana-ungkap-alasan-arief-prasetyo-diberhentikan-dari-jabatan-kepala
– https://www.tempo.co/ekonomi/celios-anggap-pengangkatan-amran-sulaiman-jadi-kepala-bapanas-langgar-uu-2078545
– https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20251013122633-532-1283927/istana-ungkap-alasan-mentan-rangkap-jabatan-kepala-bapanas
– https://www.tempo.co/ekonomi/kata-amran-soal-rangkap-jabatan-sebagai-kepala-bapanas-hanya-ikut-perintah-2079310
– Draf RUU Pangan versi 24 September 2025
– UU 18 Tahun 2012 tentang Pangan
– UU 61 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU 30 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
– UU No. 21 Tahun 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
– Keputusan Presiden 132 Tahun 2001 tentang Dewan Ketahanan Pangan
– Peraturan Presiden 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan
– Peraturan Presiden 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional
– Peraturan Presiden 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional
– Peraturan Presiden 147 Tahun 2024 tentang Kementerian Koordinator Bidang Pangan