Oleh: Alvian Kisna Asy’ari, S.Pd
Di masa kejayaan Hindu-Buddha, banyak kerajaan besar berdiri di Nusantara dan meninggalkan jejak penting bagi sejarah Indonesia. Salah satunya adalah Kerajaan Kediri, atau dikenal juga sebagai Kerajaan Panjalu, yang berpusat di Daha, Jawa Timur. Kerajaan ini berdiri dari tahun 1042 M hingga 1222 M, menjadikannya salah satu kerajaan terkuat di Jawa.
Awal Mula dari Warisan Airlangga
Kediri lahir dari pembagian kekuasaan Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa atau lebih yang dikenal sebagai Raja Airlangga atas Kerajaan Kahuripan. Demi menghindari perebutan tahta, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua pada tahun 1042 M. Putra sulungnya, Sri Samarawijaya, mendapatkan wilayah barat yang kemudian dikenal sebagai Kediri, sementara adiknya, Mapanji Garasakan, memimpin wilayah timur atau Kerajaan Janggala.
Namun, niat baik itu tak bertahan lama. Kedua kerajaan justru terlibat konflik panjang hingga akhirnya Kediri keluar sebagai pemenang sekitar tahun 1135 M.
Perekonomian dan Kehidupan Sosial
Masyarakat Kediri hidup dari pertanian dan perdagangan. Beras menjadi hasil bumi utama, sementara barang dagangannya meliputi emas, perak, kayu cendana, pinang, daging, hingga gerabah. Uniknya, mereka sudah mengenal uang berbahan emas sebagai alat tukar.
Meski menganut agama Hindu, Kediri tidak mengenal sistem kasta yang kaku. Hal ini tercermin dalam kitab Lubdaka karya Mpu Tanakung, yang menekankan bahwa derajat manusia ditentukan oleh sikap, bukan keturunan.
Masa Keemasan di Bawah Raja Jayabaya
Nama Raja Jayabaya (1135–1159 M) menjadi ikon kejayaan Kediri. Pada masa pemerintahannya, Kediri berhasil menaklukkan Janggala dan mempersatukan kembali warisan Airlangga. Wilayah kekuasaannya meluas hingga ke sebagian besar Jawa, Sumatra, Kalimantan, bahkan berhubungan dengan Ternate.
Selain sebagai raja besar, Jayabaya dikenal karena ramalan-ramalannya yang hingga kini masih populer di masyarakat Jawa.
Keruntuhan di Era Kertajaya
Setelah kejayaan, Kediri perlahan goyah di bawah kepemimpinan Sri Kertajaya (1194–1222 M). Ketidakstabilan politik diperparah dengan kebijakan raja yang ingin disembah layaknya dewa, sehingga membuat kaum Brahmana menentangnya.
Para Brahmana kemudian meminta bantuan Ken Arok, penguasa Tumapel (cikal bakal Kerajaan Singasari). Pertempuran besar pun terjadi pada tahun 1222 M, berakhir dengan kekalahan Kediri dan hilangnya Sri Kertajaya dari catatan sejarah. Sejak saat itu, Kediri runtuh dan kejayaannya digantikan oleh Kerajaan Singasari.

Warisan Budaya dan Sejarah
Meski runtuh, jejak Kediri tetap abadi dalam sejarah Nusantara. Prasasti-prasasti seperti Sirah Keting, Wurare, Hantang, Kamalagyan, dan Pucangan menjadi sumber penting dalam mempelajari kehidupan politik dan sosial kerajaan ini. Sementara itu, arca dan candi peninggalannya menunjukkan betapa majunya seni dan budaya masyarakat Kediri kala itu.
Kerajaan Kediri bukan sekadar kerajaan kuno di Jawa Timur, melainkan tonggak penting dalam perjalanan panjang sejarah Indonesia. Dari pembagian warisan Airlangga, kejayaan Jayabaya, hingga kejatuhan di tangan Ken Arok, kisah Kediri tetap hidup sebagai warisan budaya yang membentuk jati diri bangsa. (*)
Sumber:
•Wikipedia: Kerajaan Kadiri.
•Detik Edukasi: Sejarah Kerajaan Kediri: Awal Berdiri, Masa Kejayaan, dan Kehancuran.
•Sejarah Kerajaan Kediri: Letak, Peninggalan, dan Penyebab Runtuhnya.
•Pijar Belajar: Sejarah Kerajaan Kediri, Masa Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalan Bersejarah.