Editor Indonesia, Jakarta – MPR apresiasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah yang akhirnya memutuskan untuk melaksanakan putusan MK dan tidak memaksakan revisi undang-undang pemilihan kepala daerah (RUU Pilkada). Bahkan akhirnya membatalkan rencana revisi UU tersebut.
Sikap ini diambil setelah mendengarkan aspirasi mahasiswa dan masyarakat luas yang melakukan penolakan di berbagai daerah.
“Beginilah seharusnya demokrasi berjalan komitmen melaksanakan konstitusi, dan mahasiswa bersama rakyat terus mengawal proses di parlemen dan pemerintahan. Dan parlemen juga pemerintah mendengarkan sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang konstitusional dan membawa maslahat untuk semuanya,” ungkap Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid , dalam keterangan persnya, yang diterima di Jakarta, Jumat (23/8/2024).
HNW sapaan Hidayat Nur Wahid yang juga Anggota DPR Fraksi PKS, menegaskan bahwa semua pihak sudah seharusnya tunduk dan patuh terhadap konstitusi yang berlaku. Suara dan kekuatan rakyat lebih besar dibandingkan kekuasaan kelompok atau golongan.
“Peristiwa ini menyegarkan kita semua bahwa komitmen untuk berkonstitusi secara konsekuen, bisa diusahakan dan bisa dilaksanakan. Semua pihak harusnya memang benar-benar menjadikan konstitusi sebagai basis dan rujukan dalam kegiatan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Harapan ke MK
HNW juga berharap Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga pengawal konstitusi keputusannya bukan hanya final dan mengikat tetapi juga selalu bisa menjadi bukti kenegarawanan sesuai ketentuan UUDNRI 1945 pasal 24 C ayat (1) dan ayat (5) agar menjadi teladan dalam konsistensi berkonstitusi termasuk dengan logika hukum yang dibangunnya.
Pasalnya dalam berbagai putusan, MK sering kali dinilai tidak konsisten. Misalnya, dalam putusan uji materi terkait UU Pilkada ini, MK mengabulkan dan menetapkan ambang batasnya sendiri. Namun pada putusan-putusan sebelumnya terkait dengan pilpres, termasuk terhadap permohonan yang diajukan oleh PKS, MK menyatakan bahwa penetapan ambang batas bukan kewenangannya, tetapi kewenangan pembentuk undang-undang.
“Selain kedaulatan rakyat. Konstitusi kita di Pasal 1 ayat (3) juga menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dan salah satu ciri dari negara hukum itu adalah adanya kepastian hukum, sehingga MK sebagai lembaga penafsir konstitusi juga harus konsisten dengan apa yang diputuskannya, agar tidak memunculkan ketidakpastian hukum dan terbukanya celah melebar tidak mempercayai lembaga hukum,” tegasnya. (Har)