Editor Indonesia, Yogyakarta – Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar yang memiliki aset Rp400 triliun ikut terdampak akibat kebocaran data di Pusat Data Nasional (PDN) pada Kamis (20/6). Muhammadiyah prihatin sekaligus menyesali perencanaan PDN yang minim manajemen risiko.
“Serangan yang terjadi di Pusat Data Nasional ini bukan hanya sekadar insiden biasa, tetapi sudah mengakibatkan jatuhnya sistem digital atau sistem siber Indonesia,” ungkap Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ismail Fahmi, dikutip dari keterangan persnya, Jumat (28/6/2024).
Muhammadiyah, ungkap Ismail, ikut menjadi korban atas serangan siber terhadap Pusat Data Nasional (PDN), Kamis (20/6) tersebut. Sebab, Muhammadiyah memiliki ribuan lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi, dan juga memiliki ribuan dosen dan guru besar yang datanya berada di PDN.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, lanjut Ismail, prihatin dan sangat menyesali adanya kebocoran data ini yang jelas merugikan banyak pihak. Apalagi, Pemerintah sejauh ini belum memiliki back up data dari beberapa Kementerian/ Lembaga yang tersandera karena kebocoran data di PDN, dan masih berupaya untuk melakukan recovery.
Ismail menilai adanya kesalahan atau kekurangan dalam hal perencanaan Pemerintah dalam membentuk PDN. “Semua orang diminta datanya di PDN, tetapi Pemerintah tidak memiliki backup data untuk itu, mengapa diperencanaannya tidak memikirkan sistem backup, dan manajemen resiko yang akan terjadi,” jelas Ismail.
Muhammadiyah berharap Pemerintah dapat bertanggung jawab atas persoalan ini serta mengambil langkah-langkah pemulihan segera.”Pemerintah dalam mengatasi masalah PDN ini harus berkomunikasi dengan jujur dan terbuka kepada masyarakat. Serta berharap Pemerintah dengan segera menyusun kembali sistem siber yang lebih komprehensif dengan melibatkan expert dari berbagai pihak yang transparan,” tegas Ismail.
Baca Juga: Menkominfo Harus Mundur: PDNs-2 Lumpuh, Kritik Legislator Makin Keras












