Oleh: Khudori*
Pemerintah, melalui BULOG, masih berjibaku mengguyur pasar beras melalui operasi pasar. Menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola BULOG. Wilayah guyuran beras terus diperluas melalui penambahan saluran. Harapannya, semakin luas cakupan wilayah yang diguyur dan semakin banyak saluran untuk mengguyur, harga beras berangsur-angsur akan menurun.
Merujuk data panel harga Badan Pangan Nasional, 18 September 2025, harga beras premium di zona I mencapai Rp15.338/kg, di zona II Rp16.405/kg, dan di zona III Rp18.305/kg. Sementara harga beras medium di zona I mencapai Rp13.434/kg, di zona II Rp14.049/kg, dan di zona III Rp15.976/kg. Semua masih berada di atas harga eceran tertinggi (HET), kecuali beras medium di zona I yang sudah berada di bawah HET.
Kecenderungan harga beras yang menurun, secara spekulatif bisa ditafsirkan terjadi karena operasi pasar SPHP yang makin membaik. Ini ditandai oleh volume penyaluran beras harian yang makin besar. Namun demikian, volume penyaluran harian masih amat fluktuatif. Penyaluran pada hari kerja rerata mencapai 6.000-7.500 ton/hari. Tapi pada Sabtu-Minggu atau hari libur penyaluran rerata hanya 2.000-2.300 ton/hari.
Ini terjadi, boleh jadi, karena tidak semua dari tujuh saluran operasi pasar SPHP buka pada hari libur. Gerakan Pangan Murah oleh dinas ketahanan pangan/pemda biasanya dilakukan pada hari kerja. Demikian pula toko milik BUMN dan instansi pemerintah (kementerian/lembaga, TNI/Polri) amat mungkin tutup saat hari libur. Yang buka adalah toko pengecer di pasar rakyat, koperasi desa/kelurahan merah putih, toko binaan pemda, jejaring rumah pangan kita (RPK), dan swalayan atau retail modern.
Sampai 18 September 2025 penyaluran beras SPHP mencapai 392.295 ton atau 26,15% dari target 1,5 juta ton hingga akhir tahun. Rerata volume penyaluran harian mencapai 5.789 ton beras. Sisanya masih 1,107 juta ton beras. Agar target penyaluran tercapai volume aliran harus diperbesar: rerata 10.650-an ton beras per hari. Artinya volume penyaluran harian beras SPHP saat ini harus digenjot 1,8 atau hampir dua kali lipat.
Mudahkah itu dilakukan? Sayangnya, tidak. Terutama kalau pemerintah berkukuh hanya mengandalkan tujuh saluran seperti saat ini. Merujuk data BULOG pada 11 September 2025, jumlah mitra penyalur mencapai 31.477 unit. Ini jumlah yang besar. Masalahnya, karena penyalur ini menyasar konsumen akhir membuat serapannya tidak besar. Dengan penyaluran harian saat ini berarti tiap oulet hanya menjual 184 kg beras per hari.
Kalau penjualan harian tidak mungkin dilipatgandakan, untuk menaikkan 2x volume penyaluran operasi pasar berarti harus menambah outlet baru setara dengan yang ada saat ini. Menambah outlet baru sebesar itu tentu tidak mudah. Sementara waktu yang tersisa kian sempit. Inilah konsekuensi logis dari operasi pasar yang bukan menyasar ke pasar. Inilah hasil dari operasi pasar yang tidak menggandeng pedagang di pasar grosir atau pasar induk, distributor, dan pedagang serta penggilingan.
Oleh karena itu, untuk kesekian kalinya diingatkan, pemerintah sebaiknya mengubah mekanisme operasi pasar. Agar volume penyaluran besar. Operasi pasar pada dasarnya mengguyur beras ke pedagang di pasar. Bukan menggandeng mitra guna melayani konsumen akhir seperti saat ini. Karena mengguyur beras ke pedagang di pasar, indikator berhasil-tidaknya operasi pasar adalah ketersediaan dan harga beras di pasar. Kalau ketersediaan terbatas dan harga beras naik/tinggi, operasi pasar belum berhasil.
Operasi pasar, sesuai namanya, berarti menggunakan pasar sebagai piranti penting penyaluran. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa integrasi pasar beras di Indonesia tinggi. Pasar beras di berbagai wilayah saling terkait satu sama lain. Ini terutama tampak dari sisi harga. Integrasi pasar ditandai oleh keterkaitan harga antar pasar beras regional, baik pasar grosir maupun pasar eceran dalam jangka waktu panjang. Pergerakan harga antar waktu, tempat, dan pasar produsen-konsumen kian kompak.
Keterkaitan harga itulah yang memungkinkan harga di pasar, terutama pasar eceran, lebih cepat turun apabila ketersediaan beras di pasar grosir dipenuhi atau dijenuhi. Terutama di pasar-pasar grosir yang menjadi penentu harga, baik di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) maupun pasar grosir Medan, Surabaya, Makassar, Palembang, dan Banjarmasin. Kalau tidak turun, setidaknya harga bisa ditahan untuk tidak naik.
Meskipun perannya tidak sebesar dulu, PIBC adalah salah satu pasar grosir dengan rerata volume perdagangan yang besar: 2.500-3.500 ton beras per hari. Perdagangan beras antar pulau dalam beberapa tahun terakhir tidak lagi mengandalkan PIBC, tetapi lebih banyak langsung antar pasar grosir. Ini terjadi karena sempitnya akses menuju PIBC dan berkembangnya infrastruktur transportasi dan teknologi komunikasi.
Adalah benar menggandeng penggilingan, pedagang besar, distributor, dan pedagang grosir di pasar induk dalam operasi pasar membuat BULOG dilematis. Sebagai pemain mereka bisa ambil untung besar dan membuat operasi pasar gagal. Celah ambil untung muncul lantaran beras dilepas BULOG di bawah harga pasar. Jika dioplos dengan beras lain atau diganti kemasan, lalu dijual dengan harga pasar untungnya lumayan besar.
Namun demikian, dengan kemasan SPHP 5 kg mengoplos atau ganti kemasan memerlukan upaya yang luar biasa. Hanya mereka yang sejak awal niat dan nekat yang berani melakukan itu. Apalagi, intensitas Satgas Pangan mengawasi pasar seperti saat ini, celah berperilaku culas kian sempit. Intinya, pengawasan ketat harus dilakukan. Siapa pun yang melanggar harus ditindak tegas. Tidak ada toleransi atas hal itu. Yang penting, pelaku operasi pasar harus diberikan margin yang memadai.
Perubahan mekanisme penyaluran ini diperlukan karena dua hal. Pertama, ada keperluan penyaluran CBP dalam jumlah besar. Agar stok beras di gudang BULOG sebesar 3,9 juta ton tidak susut volume, turun mutu, dan membebani biaya pengelolaan/penyimpanan. Kedua, saat ini 73,2% beras (baik sisa impor 2024 maupun pengadaan dari dalam negeri) di gudang BULOG berusia lebih 4 bulan. Beras ini tidak bisa disimpan berlama-lama. Kalau stok beras akhir tahun nanti besar, residu risiko juga besar. (#)
*) Pengurus Pusat PERHEPI, Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO, dan Pegiat AEPI