Nasional

P2G Kritik BGN: Guru Diminta Awasi Program MBG, Dinilai Lepas Tangan

×

P2G Kritik BGN: Guru Diminta Awasi Program MBG, Dinilai Lepas Tangan

Sebarkan artikel ini
P2G Kritik BGN: Guru Diminta Awasi Program MBG, Dinilai Lepas Tangan
Program Makan Bergizi Gratis di salah satu SMA di Bogor/Dok.Editor Indonesia
Guru awasi MBG

Editor Indonesia, Jakarta – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai Badan Gizi Nasional (BGN) tengah melepaskan tanggung jawab terkait kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah. Kritik ini muncul usai BGN menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2025 tentang pemberian insentif bagi guru penanggung jawab distribusi MBG.

Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, menyebut kebijakan tersebut tidak tepat. Ia menilai keterlibatan guru dalam distribusi makanan justru berpotensi membahayakan serta menambah beban kerja yang tidak diatur dalam regulasi.

“Dengan terbitnya SE ini patut diduga BGN mencoba lepas tangan dari tanggung jawab terhadap fenomena keracunan MBG di sekolah,” kata Iman dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (2/1).

Iman mengungkapkan, P2G sejak Mei 2025 telah menyarankan agar MBG dihentikan sementara demi evaluasi menyeluruh. Evaluasi, lanjutnya, diperlukan untuk memperbaiki regulasi, memastikan kebersihan, serta menyeleksi vendor penyedia makanan.

Selain itu, guru dinilai tidak memiliki kompetensi untuk mendeteksi makanan beracun. Kewajiban mencicipi makanan sebelum dibagikan ke siswa dianggap berisiko terhadap keselamatan kerja guru.

“Guru bukan ahli deteksi makanan beracun,” tegasnya.

P2G juga menyoroti insentif Rp100 ribu per hari yang dijanjikan pemerintah bagi guru pengawas MBG. Menurut mereka, jumlah itu tidak sebanding dengan tanggung jawab yang besar, bahkan ironis jika dibandingkan dengan masih banyaknya guru honorer yang belum menerima bantuan Rp300 ribu per bulan.

“Kalau insentif MBG bisa cepat cair, mengapa gaji guru honorer sulit dinaikkan?” ujar Iman.

Di sisi lain, P2G juga mengingatkan agar sasaran program MBG lebih selektif. Menurut mereka, program ini seharusnya diprioritaskan bagi sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) atau daerah rawan gizi buruk, bukan diberlakukan secara merata.

Sementara itu Feriyansyah, Kepala Bidang Litbang P2G, menambahkan bahwa MBG berdampak negatif terhadap kantin sekolah yang kehilangan pembeli.

“Seharusnya program ini mendukung ekosistem pangan lokal, bukan mematikan usaha kantin sekolah,” katanya.

Guru awasi MBG

P2G juga menolak penggunaan anggaran pendidikan untuk membiayai MBG. Mereka menilai hal itu membuat porsi anggaran pendidikan 2025 menurun menjadi Rp534 triliun, lebih rendah dari Rp612 triliun pada 2023.

“Jika anggaran pendidikan tidak mencapai 20 persen APBN karena MBG, ini bisa berpotensi inkonstitusional,” kata Feriyansyah.

Sementara itu, Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, sebelumnya menjelaskan bahwa kebijakan tersebut lahir sebagai bentuk apresiasi terhadap guru. Ia menyebut peran guru penting dalam mengawasi distribusi makanan dan menanamkan pola hidup sehat di sekolah.

“Pemberian insentif ini bukan sekadar kompensasi finansial, melainkan pengakuan atas dedikasi dan kontribusi guru dalam mendukung keberhasilan program,” ujar Nanik.

BGN mewajibkan setiap sekolah penerima MBG menunjuk 1–3 guru sebagai penanggung jawab distribusi makanan, dengan sistem rotasi harian. Insentif Rp100 ribu per hari diberikan dan dicairkan setiap 10 hari sekali melalui dana operasional sekolah. (Har)