Hukum

Pascaputusan MK, KPK Dorong Perpres Atur Larangan Rangkap Jabatan

×

Pascaputusan MK, KPK Dorong Perpres Atur Larangan Rangkap Jabatan

Sebarkan artikel ini
Pascaputusan MK, KPK Dorong Perpres Atur Larangan Rangkap Jabatan
Gedung KPK/dok.Editor Indonesia
KPK Larang Rangkap Jabatan

Editor Indonesia, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pemerintah menerbitkan peraturan presiden (perpres) yang mengatur secara tegas larangan rangkap jabatan pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025.

Putusan tersebut menegaskan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN maupun swasta, serta pimpinan organisasi yang dibiayai APBN/APBD.

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, mengatakan perpres atau peraturan pemerintah diperlukan agar ada kepastian hukum mengenai definisi, ruang lingkup, daftar larangan, serta sanksi terkait konflik kepentingan dan rangkap jabatan.

KPK Larang Rangkap Jabatan

“Kami mendorong lahirnya aturan yang jelas, tidak hanya melarang, tetapi juga memberi pedoman dan sanksi tegas agar potensi konflik kepentingan bisa dicegah,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (18/9).

Menurut Aminudin, KPK juga mendorong harmonisasi regulasi larangan rangkap jabatan dengan sejumlah aturan, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, dan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Selain itu, KPK merekomendasikan empat langkah kebijakan tambahan, yakni:

1. Reformasi remunerasi pejabat publik melalui sistem gaji tunggal untuk menghapus peluang penghasilan ganda.
2. Pembentukan Komite Remunerasi Independen di BUMN atau lembaga publik guna memastikan transparansi dan perbaikan skema pensiun.
3. Penyusunan SOP investigasi konflik kepentingan sesuai standar OECD yang dijalankan konsisten oleh Inspektorat dan Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN.
4. Penguatan pengawasan integritas jabatan publik melalui instrumen evaluasi berkala.

Kajian KPK mengenai praktik rangkap jabatan dilakukan sejak Juni hingga Desember 2025. Hasil kajian menunjukkan bahwa mayoritas kasus korupsi berawal dari benturan kepentingan.

“Rata-rata kasus korupsi bermula dari konflik kepentingan. Karena itu, kajian ini penting sebagai pijakan reformasi tata kelola publik yang lebih kuat,” ujar Aminudin.

KPK mencatat, data bersama Ombudsman RI pada 2020 menunjukkan dari 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan yang terindikasi merangkap jabatan, hampir 49 persen tidak sesuai dengan kompetensi teknis.

Bahkan, 32 persen di antaranya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, yang memperlihatkan lemahnya pengawasan serta risiko rangkap pendapatan yang mencederai rasa keadilan publik.

Adapun putusan MK yang melarang rangkap jabatan bagi wakil menteri diketok pada 28 Agustus 2025. Pasal 23 UU Kementerian Negara kini berbunyi:

“Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a) pejabat negara lainnya sesuai peraturan perundang-undangan; b) komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c) pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.” (Har)