Editor Indonesia, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah membuat perseroan terbatas (PT) yang mengurusi pengelolaan tambang. Gudfan Arif Ghofur yang merupakan bendahara umum PBNU ditunjuk sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan usaha pertambangan.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang juga menyatakan bahwa Gudfan ditunjuk karena selama ini memiliki pengalaman sebagai pengusaha tambang.
“Kami sudah bikin PT-nya, kami sudah punya PT dan penanggung jawab utamanya adalah bendahara umum yang juga seorang pengusaha tambang,” ujar Yahya kepada wartawan, di Kantor PBNU, Jln Kramat Raya, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Sebagai pengusaha tambang, Yahya menilai Gudfan memiliki jaringan komunitas pertambangan yang mampu membantu pengelolaan tambang.
“Kemudian apakah itu punya sumber daya? Bendum kami ini pengusaha tambang juga, dan dia tentu tidak sendirian, bukan hanya soal bahwa dia sendiri pengusaha tambang, tapi sebagai pengusaha tambang dia punya jaringan bisnis di antara komunitas pertambangan ini,” kata Yahya.
Yahya menambahkan bahwa pembentukan perusahaan ini sebagai salah satu bentuk kesiapan PBNU untuk menerima konsensi tambang dari pemerintah.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan pemerintah ini ditandatangani Presiden Jokowi pada Kamis, tanggal 30 Mei 2024.
Alasan Jokowi memberikan izin kepada ormas, sebagaimana disebutkan dalam pasal 83A ayat 1 PP No.25/2024, yakni; “Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas ke badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan”.
Ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan organisasi keagamaan lainnya mulai dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, berhak mengelola wilayah eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara atau disebut PKP2B, yang merupakan perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batu bara.
Kemudian, pada pasal 83 ayat 3 beleid tersebut mengatur IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri. (Her)
Baca Juga: Gus Yahya: Langkah Berani Presiden Jokowi dalam Konsesi Tambang untuk Ormas












