Editor Indonesia, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendapat sorotan tajam, setelah membatalkan penugasan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) dalam proyek pembangunan dan pengoperasian pipa gas dari West Natuna Transportation System (WNTS) ke Pulau Pemping, Kepulauan Riau.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menilai keputusan ini mengandung unsur kesalahan tata kelola dan berpotensi menguntungkan pihak tertentu. “Kami menduga ada motif bisnis yang menguntungkan rekan menteri. Kami berharap Aparat Penegak Hukum (APH) segera menelusuri hal ini,” ujar Yusri di Jakarta, Selasa (25/2/2025).
CERI telah mengajukan konfirmasi resmi melalui surat elektronik kepada Menteri ESDM, tetapi tidak mendapat tanggapan. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, hanya memastikan bahwa surat tersebut telah diterima.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh CERI, keputusan pencabutan penugasan tertuang dalam Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 20.K/MG.01/MEM.M/2025 tertanggal 22 Januari 2025. SK ini membatalkan keputusan sebelumnya, yaitu Kepmen ESDM Nomor 6105K/12/MEN/2016 yang menetapkan PGN sebagai pelaksana proyek pipa gas WNTS-Pulau Pemping.
Dugaan Kejanggalan dalam Pembatalan Penugasan
Menurut Yusri, proyek ini sebelumnya telah mendapatkan alokasi gas sebesar 124 miliar kaki kubik (Bcf) dari Conrad Asia Energy Ltd dengan harga USD 5,5 per MMBTU dari Lapangan Mako, Blok Duyung, Natuna Barat. Gas ini direncanakan mengalir melalui pipa WNTS ke Batam dan terhubung dengan jaringan gas Sumatera-Jawa pada 2028, bersamaan dengan berakhirnya kontrak ekspor gas ke Singapura.
Namun, keputusan pencabutan penugasan PGN justru diambil tanpa adanya komunikasi resmi dari Kementerian ESDM kepada PGN terkait progres proyek tersebut. Padahal, PGN telah menyelesaikan studi Front End Engineering Design (FEED) dan Final Investment Decision (FID), serta memasukkan proyek ini dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025 yang telah disetujui Pertamina dan Kementerian BUMN.
“Jika benar proyek ini sudah siap dikonstruksi tahun 2025, maka pencabutan penugasan oleh Menteri ESDM bisa memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Ini perlu diselidiki oleh KPK, Kejagung, atau Bareskrim,” tegas Yusri.
Keputusan yang Dinilai Tidak Lazim
Keputusan pembatalan penugasan PGN oleh Menteri ESDM ini semakin dipertanyakan setelah terungkap bahwa koordinasi dengan SKK Migas dan BPH Migas, untuk menentukan strategi pembangunan pipa gas justru baru dilakukan setelah pencabutan SK PGN.
“Lazimnya, kajian dan rekomendasi dilakukan sebelum keputusan dibuat, bukan setelahnya,” pungkas Yusri.
Kasus pembatalan penugasan PGN kini menjadi perhatian publik, dan menunggu tindak lanjut dari aparat hukum untuk mengusut dugaan adanya kepentingan tersembunyi di balik pencabutan penugasan PGN. (Har)