Editor Indonesia, Jakarta – Wacana pembatasan permainan daring seperti PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG) kembali mencuat usai peristiwa ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, Jumat (7/11/2025), yang menewaskan satu siswa dan melukai puluhan lainnya. Pemerintah kini tengah menyiapkan pembahasan lintas kementerian untuk merespons kekhawatiran publik atas paparan konten kekerasan di kalangan pelajar.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti, mengatakan kebijakan terkait pembatasan permainan digital tidak bisa diambil secara sepihak. Menurutnya, langkah itu harus dikaji secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak agar efektif dan tidak menimbulkan dampak sosial baru.
“Belum, nanti kita memang harus bicara lintas kementerian. Ini paling tidak melibatkan empat kementerian: kami di Kemendikdasmen, kemudian Kominfo, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A), serta Kementerian Agama,” ujar Mu’ti di Jakarta, Selasa (11/11).
Mu’ti menegaskan, kewenangan mengatur dan membatasi konten digital berada di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Namun, Kemendikdasmen tetap akan berkoordinasi agar pendekatannya tidak hanya bersifat struktural, melainkan juga partisipatif dengan melibatkan sekolah dan keluarga.
Ia menambahkan, Kemendikdasmen sejak lama mendorong perlunya regulasi permainan digital agar tidak berdampak negatif bagi perkembangan anak. Menurutnya, game dapat menjadi media edukatif bila digunakan secara tepat.
“Game itu ada manfaatnya. Itu sudah jadi diskusi akademik yang panjang—game sebagai media pendidikan. Tetapi game yang tidak diawasi menjadi masalah tersendiri,” kata Mu’ti.
Pernyataan tersebut muncul di tengah kekhawatiran masyarakat terkait potensi pengaruh konten kekerasan dalam game terhadap perilaku remaja. Ledakan di area masjid SMAN 72 Jakarta disebut menjadi alarm bagi perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap aktivitas digital siswa.
Mu’ti menilai, tantangan utama terletak pada lemahnya kontrol orang tua terhadap penggunaan gawai anak. Banyak pelajar menghabiskan waktu bermain gim sendirian tanpa pengawasan, sehingga berisiko meniru kekerasan yang mereka lihat di dunia virtual.
“Kami ingin masalah ini diselesaikan bersama. Pendekatannya harus menyentuh aspek pendidikan, keluarga, hingga kesehatan mental anak,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sebelumnya menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah meminta kajian menyeluruh terkait permainan yang berpotensi menormalisasi kekerasan.
“Misalnya PUBG. Kita mungkin berpikirnya ada mengambil-pembatasan ya, di situ kan jenis-jenis senjata juga mudah sekali untuk dipelajari. Ini kan secara psikologis membuat kekerasan jadi tampak biasa saja,” ujar Prasetyo, Senin (10/11). (Frd)
Baca Juga: Prabowo Kaji Pembatasan Game Online Usai Ledakan di SMAN 72 Jakarta












