Ekonomi

Penerapan Tarif PPN 12% di 2025 Tergantung Presiden Terpilih Prabowo

×

Penerapan Tarif PPN 12% di 2025 Tergantung Presiden Terpilih Prabowo

Sebarkan artikel ini
Petugas Pajak Gunakan AI dan Media Sosial Telusuri Aset Wajib Pajak
Ilustrasi pajak/dok.mi

Editor Indonesia, Jakarta – Penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun depan (2025) bergantung pada keputusan dari Presiden terpilih Prabowo Subianto. Sedianya penaikan PPN dilakukan bertahap sesuai UU No 7 tahun 2021.

Penegasan itu disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bahwa jadi tidaknya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12% di 2025 bergantung Presiden terpilih Prabowo Subianto saat menjalankan roda pemerintahan.

“Mengenai PPN itu nanti kami serahkan pemerintahan baru. Kita terus berkomunikasi dengan dengan tim maupun orang-orang yang ditunjuk oleh Pak Prabowo,” ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Sebagaimana diketahui, penerapan tarif PPN 12% sedianya telah dituangkan dalam Undang Undang No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam UU tersebut, penaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap dari 10% menjadi 11% pada April 2022.

Kemudian terkait penaikan tarif menjadi 12%, juga telah diatur dalam UU tersebut yakni pada 1 Januari 2025. Namun sejatinya pemerintah baru (terpilih dari hasil Pemilu 2024) bisa membatalkan atau menunda penaikan tarif PPN tersebut. Hal itu tertuang dalam UU PPN pasal 7 ayat (3).

Beleid itu menyebutkan pemerintah dapat mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui Peraturan Pemerintah. Menkeu Sri Mulyani mengatakan, pemerintah saat ini terus menjalin komunikasi dengan tim yang ditunjuk oleh presiden terpilih, utamanya untuk kepentingan program-program yang akan dijalankan.

“Itu agar apa yang kita tuangkan akan bisa sedapat mungkin memasukkan seluruh aspirasi, sehingga pemerintah baru programnya dan prioritas pembangunannya tetap bisa berjalan tanpa harus menunggu waktu,” ungkap Menkeu Sri Mulyani. (Her)

 

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan, komunikasi yang kuat dengan tim dari presiden terpilih akan memudahkan proses transisi pemerintahan, utamanya dari sisi kebijakan anggaran.

Namun ia enggan memberikan kepastian apakah pemerintah saat ini ingin membatalkan penaikan tarif menjadi 12% di tahun depan. “Kita akan selalu lihat perekonomian itu momentum pertumbuhannya, kita juga mempertimbangkan kemampuan masyarakat, kita juga mempertimbangkan kebutuhan dari APBN untuk bisa menjadi instrumen pembangunan. Ini masih akan terus kita bahas bersama,” ucapnya. (Aji)