Editor Indonesia, Jakarta – Gejala demam berdarah dilaporkan lebih berat pada penyintas Covid. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengonfirmasi adanya sejumlah perubahan gejala penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tubuh seseorang yang pernah terjangkit COVID-19 karena pengaruh reaksi imunologi.
Selepas Pandemi Covid-19, banyak penyintas yang masih merasakan gejala atau bahkan penurunan kondisi kesehatan, yang disebut Long Covid. Hal ini bisa jadi lebih berbahaya apabila para penyintas terkena Demam Berdarah Dengue (DBD).
Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengungkapkan dampak dari pandemi itu tidak serta merta berakhir ketika pandemi dinyatakan usai.
“Karena sebetulnya jadi dampak dari pandemi itu tidak pernah selesai ketika pandemi dinyatakan berakhir, dan ini tidak hanya cerita tentang Covid, pandemi yang terjadi dulu pun demikian,” ujarnya dalam diskusi bersama Lapor Sehat, dikutip Senin (13/5/2024).
Meskipun sudah lama berlalu, Long Covid disebut bisa lebih berbahaya apabila penyintas Covid terinfeksi DBD, yang masih banyak merebak di Indonesia. Kasus DBD di Indonesia sempat naik, puncaknya pada Maret hingga April, dengan lebih dari 53.000 orang terkena DBD dan angka kematiannya mencapai 404 orang.
Dicky menjelaskan, infeksi virus sering kali menyebabkan banyak dampak pascainfeksinya. Terkait dengan infeksi Covid dan DBD, ada fenomena yang disebut Antibody Dependent Enhancement.
“Jadi dia kalau infeksi virus pada umumnya yang normal tubuh itu membangun antibodi sehingga kita lebih kebal. Tapi kalau dalam konteks DBD dengan fenomena ini, malah jadi lebih parah infeksinya,” jelasnya.
Dicky menjelaskan, fenomena yang sama juga terjadi pada orang yang terinfeksi DBD dua kali. Pada kejadian kedua gejalanya akan lebih parah alih-alih lebih kebal.
“Ini juga disebut dengan cross antibody atau cross immunity, yang terjadi pada orang yang kena Covid. Kalau dia sudah kena harusnya ada antibodi, tapi ternyata ketika dia terinfeksi dengue malah lebih parah gejalanya,” paparnya.
Sebelumnya Kemenkes menerima laporan mengenai perubahan gejala DBD setelah pandemi Covid-19.
“Memang ada beberapa laporan yang menunjukkan ada perubahan gejala DBD setelah pandemi COVID-19. Hal ini memang terkait perubahan reaksi imunologi yang terjadi pada tubuh seseorang yang pernah terinfeksi COVID-19,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes Imran Pambudi seperti dikutip dari Antara.
Menurut Imran, Kemenkes memperoleh beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19, salah satunya datang dari Kota Bandung, Jawa Barat.
Dinas kesehatan setempat mendeteksi tanda-tanda DBD yang tidak biasa dikenali pada pasien, seperti tidak ada gejala bintik merah dan mimisan yang selama ini menjadi pertanda serius di kalangan penderita DBD.
Imran menyebut bintik merah dan mimisan usai digigit nyamuk Aedes aegypti sebagai gejala klasik yang tidak selalu muncul pada penderita DBD di era endemi sekarang. (Frd)