Editor Indonesia, Jakarta – Peringatan 41 tahun tragedi Tanjung Priok 1984 kembali menjadi momentum refleksi bagi para penyintas dan keluarga korban. Pada Jumat (12/9), mereka menggelar muhasabah, doa bersama, dan silaturahmi di Masjid Al-A’Raf, Jalan Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.
Acara tersebut tidak hanya untuk mengenang para korban yang meninggal, tetapi juga menegaskan kembali tuntutan terhadap negara agar menuntaskan penyelesaian kasus yang masih meninggalkan luka kemanusiaan mendalam.
Perwakilan keluarga korban, Beni Bikih, menuturkan kegiatan ini merupakan bentuk penghormatan kepada seluruh korban sekaligus peneguhan komitmen dalam memperjuangkan keadilan.
“Selain itu, kami juga menggelar muhasabah dan doa bersama untuk seluruh korban,” kata Beni dalam keterangan tertulis.
Surat kepada Presiden Prabowo
Beni mengungkapkan, pihaknya telah mengirim dua surat kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada Rabu (10/9). Surat tersebut berisi harapan agar Presiden memberi kesempatan audiensi langsung dengan keluarga korban.
“Audiensi ini kami harapkan untuk menjalin silaturahmi dengan Presiden sekaligus menyampaikan aspirasi terkait upaya rehabilitasi nama baik para korban serta keturunan mereka,” ujarnya.
Keluarga korban menilai tragedi Tanjung Priok bukan sekadar catatan sejarah, melainkan pelanggaran kemanusiaan yang hingga kini belum mendapatkan pengakuan resmi. Meski pemerintah sebelumnya telah mengakui 12 kasus pelanggaran HAM berat, kasus Tanjung Priok tidak termasuk di dalamnya, meskipun Komnas HAM telah merekomendasikannya.
Desakan Pengakuan dan Pemulihan
Dalam surat terbuka yang disampaikan, keluarga korban juga menyinggung permintaan maaf yang pernah dilontarkan sejumlah tokoh terkait tragedi tersebut, seperti almarhum Jenderal Beny Murdani dan Presiden Soeharto. Namun, mereka menilai langkah itu belum disertai penyelesaian memadai, baik dalam bentuk penuntasan hukum, pemulihan nama baik, maupun kompensasi yang adil.
Melalui pernyataan resmi, keluarga korban mendesak pemerintah untuk mengakui tragedi Tanjung Priok sebagai pelanggaran HAM berat, memberikan pemulihan nama baik, serta memastikan adanya kompensasi yang layak.
“Kami percaya, di awal masa kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo, momentum ini menjadi kesempatan untuk menorehkan sejarah yang berpihak pada kebenaran dan keadilan,” tegas Beni.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan langkah nyata dari pemerintah. “Yang kami butuhkan saat ini bukan lagi janji, melainkan tindakan konkret,” ujarnya. (Frd)