Editor Indonesia, Jakarta – Polemik terkait revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terus bergulir. Seorang perwira aktif TNI yang enggan disebutkan namanya menegaskan bahwa perubahan regulasi ini tidak dapat disamakan dengan upaya mengembalikan konsep dwifungsi TNI sebagaimana yang terjadi di masa lalu.
Menurut perwira tersebut, revisi UU TNI perlu dilihat dalam konteks strategis nasional, terutama terkait penempatan personel TNI di lembaga-lembaga yang memiliki peran krusial dalam keamanan dan kedaulatan negara. Ia menjelaskan ada empat lembaga tambahan yang menjadi fokus dalam revisi ini, yaitu:
1. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) – Keterlibatan TNI dalam pengamanan perbatasan dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) menjadi krusial.
2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) – TNI merupakan institusi yang paling siap digerakkan dalam penanganan bencana.
3. Badan Keamanan Laut (Bakamla) – Tugas utama Bakamla berkaitan erat dengan penegakan kedaulatan laut, yang menjadi domain utama TNI Angkatan Laut.
4. Jaksa Agung Muda Bidang Militer (JAM Bid Mil) – Diperlukan untuk mewadahi pelanggaran hukum yang melibatkan anggota militer.
“Jadi pertanyaannya, bagian mana dari revisi ini yang mengarah pada kembalinya dwifungsi TNI? Faktanya, aturan yang mengharuskan prajurit aktif pensiun dini sebelum menduduki jabatan sipil tetap berlaku,” ucapnya kepada editorindonesia.com, Jumat (21/3/2025).
Lebih lanjut, perwira tersebut juga menyoroti adanya perbedaan perlakuan antara TNI dan Polri dalam hal penguasaan jabatan sipil. Ia menilai bahwa Polri saat ini mengisi berbagai posisi strategis di lembaga pemerintah, namun tidak mendapat sorotan sebesar revisi UU TNI.
“Apakah ini sama dengan multi fungsi Polri? Jelas sama, tetapi mengapa hal ini tidak dipermasalahkan? Polisi adalah aparatur negara yang memiliki alat utama sistem persenjataan (alutsista) serta fasilitas canggih. Jika mereka juga diberikan jabatan sipil, maka dapat dibayangkan seberapa luas kekuasaan mereka dan bagaimana profesionalitas mereka dapat dipertanyakan,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyampaikan kecurigaannya terhadap gelombang protes yang menolak revisi UU TNI. Ia menduga ada pihak tertentu yang memiliki kepentingan untuk mencegah perluasan peran militer dalam lembaga strategis.
“Rame-rame demo dan tuntutan RUU TNI ini membuat saya curiga ada ‘dalang berkepentingan’ di baliknya. Mereka menciptakan opini dan kondisi untuk mencegah militer menambah lembaga yang bisa dimasuki. Mereka punya segalanya—dari finansial, alutsista, hingga kemampuan propaganda dan hiburan. Artinya, mereka sedang mengantisipasi agar militer tidak mengikis kekuasaan mereka,” katanya.
Ia menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan dalam pembahasan revisi UU TNI. Jika keterlibatan militer dalam lembaga sipil dipermasalahkan, maka seharusnya aturan yang sama juga berlaku bagi Polri.
“Adilnya, dua-duanya harus mencabut multifungsi. Harus ada aturan yang mutlak mengharuskan pensiun dini bagi setiap anggota TNI maupun Polri yang ingin menduduki jabatan sipil,” pungkasnya.
Hasil revisi UU TNI masih menjadi perdebatan hangat di berbagai kalangan, baik di lingkungan militer, akademisi, hingga aktivis. Pemerintah dan DPR diharapkan dapat mengambil keputusan yang seimbang antara kepentingan keamanan nasional dan prinsip demokrasi. (Har)
Baca Juga: Stempel Legal Dosa Jokowi