Editor Indonesia, Jakarta – Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda mengeluarkan sikap tegas menolak keras keterlibatan mahasiswa dalam kunjungan kerja pejabat publik di luar negeri.
Desakan ini mencuat setelah salah satu anggotanya, Muhammad Athaya Helmi Nasution, meninggal dunia saat bertugas mendampingi rombongan pejabat di Wina, Austria, 27 Agustus 2025 lalu.
“Tragedi ini tidak boleh berulang. Mahasiswa tidak seharusnya menjadi pihak yang diminta memfasilitasi agenda pejabat negara, terlebih tanpa perlindungan hukum yang jelas,” tegas PPI Belanda dalam pernyataan resminya, Selasa (9/9/2025).
8 Poin Sikap PPI Belanda
Dalam surat bernomor 038/PS/PPIBelanda/IX/2025, PPI Belanda merinci delapan poin pernyataan, di antaranya:
1. Menolak segala bentuk pelibatan mahasiswa dalam pemfasilitasan perjalanan dinas pejabat.
2. Mengimbau pelajar agar menolak tawaran serupa, khususnya yang datang melalui jalur personal.
3. Menuntut akuntabilitas event organizer (EO) dan koordinator liaison officer (LO) atas insiden yang merenggut nyawa Athaya.
4. Mendesak KBRI di Den Haag maupun perwakilan Indonesia lainnya untuk menghentikan praktik tersebut.
5. Mengajak PPI di negara lain memperkuat koordinasi, sekaligus mendorong pembahasan RUU Perlindungan Pelajar.
Kronologi Kejadian
Athaya, mahasiswa anggota PPI Groningen, diketahui mendampingi rombongan pejabat dari DPR, OJK, dan Bank Indonesia dalam kunjungan tertutup 25–27 Agustus di Wina, Austria. Menurut hasil autopsi forensik, Athaya kemungkinan besar mengalami heat stroke (sengatan panas) karena kurangnya cairan dan asupan nutrisi serta kelelahan.
Berbagai hal tersebut mengakibatkan ketidaksimbangan elektrolit dan kadar gula darah turun di bawah kadar normal hingga berujung pada stroke. Almarhum diketahui bertugas dari pagi hingga malam hari sebagai pemandu.
Muhammad Athaya Helmi Nasution meninggal dunia pada Rabu, 27 Agustus 2025 lalu. Pascameninggal, tidak ada permintaan maaf atau pertanggungjawaban dan transparansi dari pihak EO maupun koordinator LO kepada keluarga Athaya yang datang ke Wina untuk mengurus jenazah.
Ironisnya, menurut PPI Belanda, kegiatan pejabat tetap berlanjut meski Athaya meninggal dunia, tidak ada permintaan maaf atau pertanggungjawaban dan transparansi dari pihak EO maupun koordinator LO kepada keluarga Athaya yang datang ke Wina untuk mengurus jenazah
“Acara makan malam pejabat tetap digelar, sementara keluarga almarhum baru datang untuk mengurus jenazah,” ungkap Ketua PPI Groningen, Yosafat Beltsazar.
Lebih lanjut PPI Belanda menekankan bahwa tragedi ini harus menjadi momentum perbaikan tata kelola kunjungan pejabat negara di luar negeri.
“Kami menyerukan penghentian praktik ini, penegakan akuntabilitas, dan perlindungan nyata bagi pelajar Indonesia di seluruh dunia,” tutup pernyataan tersebut. (Frd)
Baca Juga: Mahasiswa RI di Belanda Meninggal saat Dampingi Kunker Pejabat, PPI Belanda Kritik Penyelenggara