Editor Indonesia, Jakarta – Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) terguncang menyusul razia imigrasi besar-besaran di pabrik baterai kendaraan listrik Hyundai Motor Co dan LG Energy Solution Ltd di Georgia. Penggerebekan yang dilakukan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS itu berujung pada penahanan 475 pekerja, termasuk sekitar 300 warga Korsel.
Insiden ini terjadi kurang dari dua pekan setelah Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih, di mana kedua pihak berkomitmen memperkuat aliansi strategis dan investasi ratusan miliar dolar di sektor manufaktur AS.
“Kami bekerja sepanjang akhir pekan untuk mengupayakan pembebasan para pekerja,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Kang Hoon-sik dalam rapat darurat antara pemerintah dan Partai Demokrat, seperti dikutip Yonhap.
Menurut Konsul Jenderal Korsel Cho Ki-joong, para pekerja kemungkinan dipulangkan dengan penerbangan carteran pada Rabu (10/9).
Ketegangan Diplomatik
Razia ini menimbulkan tekanan politik besar bagi pemerintahan Lee. Media Korsel ramai-ramai menyorot peristiwa itu, menampilkan foto pekerja dengan borgol di tangan, pinggang, dan kaki. Harian Chosun Ilbo bahkan menyebut kondisi pusat detensi lebih buruk dari penjara.
“Ini terasa seperti ditusuk dari belakang,” kata Kim Tae-Hyung, profesor ilmu politik Universitas Soongsil. Menurutnya, kasus ini dapat melemahkan niat perusahaan Korea berinvestasi di AS.

Sejumlah legislator partai berkuasa juga mengecam keras langkah Washington. Mereka menegaskan, sebelum memperluas investasi, Seoul perlu menekan AS agar menjamin keselamatan warganya dan memperbaiki aturan visa bagi pekerja asing yang datang untuk tujuan bisnis.
Investasi Terancam
Hyundai dan LG sebelumnya digadang sebagai simbol komitmen Korsel mendukung ekspansi industri manufaktur AS. Hyundai baru-baru ini meningkatkan rencana investasinya di Negeri Paman Sam menjadi US$26 miliar hingga 2028, sementara LG Energy menempatkan investasi besar dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik.
Namun, penahanan pekerja di proyek patungan tersebut kini membayangi prospek investasi.
“AS menuntut investasi dari Korea Selatan, tetapi menolak tenaga kerja asing dalam pembangunan pabrik. Kenyataannya, teknisi dari Korsel dibutuhkan di lapangan,” ujar Chang Sang-sik, Kepala Pusat Riset Perdagangan Internasional di Asosiasi Perdagangan Internasional Korea.
Risiko bagi Aliansi
Pejabat AS menyatakan razia itu murni penegakan hukum imigrasi setelah investigasi berbulan-bulan terkait perekrutan ilegal, dan bukan bermotif politik. Namun, penggerebekan ini datang di tengah upaya pemerintahan Donald Trump menarik investasi asing untuk menghidupkan kembali industri manufaktur.
Gangguan langsung sudah terlihat. Pembangunan pabrik Hyundai-LG di Georgia dihentikan sementara, mengancam jadwal produksi kendaraan listrik yang ditargetkan mencapai 500.000 unit per tahun dan menyerap 12.500 tenaga kerja pada awal dekade mendatang.
LG Energy mengonfirmasi 47 karyawannya ikut ditahan, termasuk satu pekerja asal Indonesia, dan telah menghentikan perjalanan bisnis staf ke AS. (Frd)







