Editor Indonesia, Jakarta – Rencana impor sapi dari negara terpapar PMK tengah menjadi perdebatan di Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian pun berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2022 untuk memungkinkan impor sapi dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). Kebijakan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, meski berisiko terhadap kesehatan ternak lokal.
Menurut Guru Besar IPB, Prof. Dwi Andreas Santosa, Indonesia saat ini tengah menghadapi gelombang kedua PMK, yang diduga terjadi akibat impor daging sapi dari negara yang belum bebas PMK pada gelombang pertama tahun 2022.
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menjadi perhatian besar di Indonesia, terutama sejak wabahnya kembali terdeteksi pada tahun 2022 setelah dinyatakan bebas PMK selama beberapa dekade. Kawasan yang rawan PMK umumnya merupakan daerah dengan populasi ternak yang tinggi dan mobilitas perdagangan ternak yang aktif.
Guru Besar IPB University ini, mencatat bahwa wabah ini telah menurunkan populasi sapi perah secara signifikan, dari 580 ribu ekor pada 2021 menjadi 507 ribu pada 2022.
Dengan fakta yang ada, Prof. Dwi Andreas menegaskan pentingnya melarang impor dari negara yang belum bebas PMK seperti Brasil dan India jika Indonesia ingin serius terbebas dari wabah ini. Ia juga menggarisbawahi perlunya memperbaiki program vaksinasi yang saat ini masih belum mencukupi kebutuhan.
“Memang upaya pemerintah dalam menangani wabah sudah berjalan, namun aspek pencegahan dan pengawasan masih perlu ditingkatkan untuk menghindari penyebaran lebih lanjut,” ujar Prof. Dwi Andreas, dalam keterangannya, Kamis (23/1/2025)
Kawasan yang rawan PMK:
Pulau Jawa:
Jawa Timur: Merupakan pusat peternakan sapi di Indonesia, termasuk sapi perah dan sapi potong. Tingginya populasi ternak di daerah seperti Malang, Probolinggo, dan Lamongan membuat kawasan ini rentan.
Jawa Tengah: Daerah seperti Boyolali, Semarang, dan Klaten yang menjadi sentra peternakan sapi perah juga berisiko tinggi.
Jawa Barat: Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Bandung sebagai wilayah sentra peternakan sapi perah dan potong sering terkena dampak.
Sumatera:
Sumatera Utara: Wilayah ini memiliki banyak peternakan sapi potong, dengan Medan sebagai pusat distribusi daging.
Sumatera Selatan dan Lampung: Mobilitas tinggi ternak dari dan ke Pulau Jawa membuat daerah ini rentan.
Kalimantan:
Kalimantan Timur: Sebagai salah satu pemasok ternak ke kawasan Indonesia Timur, mobilitas ternak di wilayah ini membuatnya rawan.
Kalimantan Selatan: Pusat peternakan sapi potong juga berada di provinsi ini.
Sulawesi:
Sulawesi Selatan: Sebagai sentra peternakan sapi di Indonesia Timur, terutama di Kabupaten Bone, Wajo, dan Sidrap.
Nusa Tenggara:
Nusa Tenggara Barat (NTB): Pulau Lombok dan Sumbawa adalah daerah peternakan besar dengan mobilitas perdagangan ternak yang aktif.
Nusa Tenggara Timur (NTT): Wilayah dengan populasi ternak sapi yang besar, seperti Kupang dan Timor.
Bali:
Walaupun memiliki program pengawasan yang ketat, Bali tetap rawan mengingat posisi geografisnya yang dekat dengan NTB dan Jawa, serta peran Bali sebagai wilayah transit perdagangan ternak.
Mengenal PMK dan Risikonya
Rencana impor sapi dari negara terpapar PMK (Penyakit Mulut dan Kuku), atau Foot and Mouth Disease (FMD) perlu dipertimbangkan lagi. Sebab PMK merupakan penyakit menular akut yang menyerang hewan berkuku belah, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Aphthovirus dalam keluarga Picornaviridae.
Ciri-ciri dan Gejala PMK pada Sapi:
1. Luka atau lepuh di mulut dan kuku:
– Luka dapat muncul di lidah, gusi, dan langit-langit mulut, menyebabkan sapi kesulitan makan.
– Lepuh juga muncul di sekitar kuku, sering menyebabkan pincang.
2. Demam tinggi:
– Sapi yang terinfeksi biasanya mengalami demam dengan suhu tubuh mencapai 39–41°C pada tahap awal.
3. Penurunan produksi susu:
– Sapi perah yang terinfeksi sering mengalami penurunan drastis dalam produksi susu.
4. Air liur berlebihan:
– Sapi tampak mengeluarkan air liur secara berlebihan, bahkan berbusa.
5. Nafsu makan menurun:
– Karena luka di mulut, sapi cenderung enggan makan, sehingga berat badan bisa turun.
6. Lemah dan lesu:
– Sapi yang terinfeksi tampak lemah dan cenderung kurang aktif.
Penularan PMK:
Penyakit ini sangat menular dan dapat menyebar dengan cepat melalui:
– Kontak langsung antarhewan.
– Barang yang terkontaminasi, seperti pakan, alat, kendaraan, atau pakaian manusia.
– Udara (aerosol), terutama dalam jarak dekat.
Dampak PMK:
1. Kerugian ekonomi:
– Penurunan produksi susu dan daging.
– Biaya pengobatan, vaksinasi, dan pengendalian wabah.
– Pembatasan perdagangan ternak dan produk hewani.
2. Kesejahteraan hewan:
– Penyakit ini menyebabkan rasa sakit yang signifikan pada hewan, yang memengaruhi kesejahteraan mereka.
Pencegahan dan Pengendalian:
1. Vaksinasi:
– Vaksinasi massal sangat efektif dalam mencegah penyebaran penyakit.
2. Pengawasan ketat:
– Larangan impor dari negara yang masih terpapar PMK.
– Karantina dan pemeriksaan kesehatan ternak yang ketat.
3. Biosekuriti:
– Menjaga kebersihan kandang, alat, dan pakan.
– Membatasi akses hewan atau orang yang berisiko membawa virus ke area peternakan.
PMK tidak menular ke manusia, tetapi tetap menjadi perhatian besar karena dampak seriusnya terhadap peternakan dan ekonomi suatu negara. Rencana impor sapi dari negara yang belum bebas PMK sebaiknya ditinjau ulang. (Didi)