Editor Indonesia, Jakarta –Â Rhenald Kasali, menyoroti potensi meningkatnya angka pengangguran apabila rencana merger antara Grab dan GoTo benar-benar terjadi. Menurutnya, konsolidasi bisnis ini dapat membawa dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.
“Isu akuisisi GoTo oleh Grab mencuat di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor,” ujar pendiri Rumah Perubahan ini, melalui akun Instagram resminya, yang dikutip Selasa (13/5/2025).
Rhenald menjelaskan bahwa selama ini, masyarakat yang terdampak PHK cenderung beralih ke sektor informal seperti pertanian, ojek daring (ojol), atau pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, kondisi ini berpotensi berubah drastis jika terjadi konsolidasi besar-besaran di sektor layanan digital.
Ia mencatat bahwa saat ini GoTo memiliki ekosistem pengguna yang sangat luas, terdiri dari lebih dari 200 juta pelanggan, 3,1 juta mitra pengemudi, dan 20,1 juta pelaku UMKM. Merger antara dua pemain besar ini, menurut Rhenald, dikhawatirkan akan menurunkan tingkat persaingan di pasar.
“Dengan lebih dari 90% pangsa pasar dikuasai oleh satu entitas, tarif bisa naik, dan ruang gerak pelaku kecil akan makin terbatas,” ujarnya. “Pertanyaannya, apakah kita bisa menciptakan lapangan kerja sebanyak itu untuk menggantikan yang hilang?”
Rhenald Kasali juga menyoroti potensi masalah kepentingan nasional jika akuisisi ini benar-benar terjadi. Dominasi satu entitas asing di sektor digital Indonesia dinilai berisiko terhadap ketahanan UMKM dan ekosistem lokal secara keseluruhan.
Sebelumnya, Kantor Berita Reuters melaporkan bahwa Grab Holdings Ltd. (GRAB.O), perusahaan transportasi dan pengiriman makanan yang berbasis di Singapura dan terdaftar di bursa AS, tengah dalam proses penjajakan akuisisi atas GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO.JK). Grab dikabarkan telah menyewa penasihat dan sedang berdiskusi dengan sejumlah bank terkait pembiayaan kesepakatan tersebut.
Menanggapi isu tersebut, manajemen GoTo memberikan klarifikasi melalui keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia. Dalam pernyataannya, GoTo menegaskan bahwa perusahaan kerap menerima berbagai penawaran strategis, namun hingga saat ini belum ada keputusan resmi yang diambil.
“Direksi memiliki kewajiban untuk mengevaluasi setiap penawaran dengan cermat dan penuh kehati-hatian, demi menjaga kepentingan jangka panjang seluruh pemegang saham serta keberlanjutan mitra pengemudi, UMKM, pelanggan, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya,” ujar manajemen GoTo, Kamis (8/5).
Terlepas dari isu akuisisi, kinerja GoTo menunjukkan tren positif. Dalam laporan kinerja triwulan I/2025, perusahaan mencatatkan pertumbuhan nilai transaksi bruto (GTV) inti sebesar 54% YoY menjadi Rp83,2 triliun. Pendapatan bersih meningkat 37% YoY menjadi Rp4,2 triliun, sementara EBITDA grup yang disesuaikan tetap positif di angka Rp393 miliar—perbaikan signifikan dibandingkan kerugian pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Segmen financial technology mencetak EBITDA yang disesuaikan sebesar Rp47 miliar dengan pertumbuhan pendapatan 90% YoY, seiring dengan ekspansi portofolio pinjaman. Sementara itu, layanan on-demand mencatatkan rekor EBITDA yang disesuaikan sebesar Rp314 miliar, berkat efisiensi dan fokus pada profitabilitas. (Nay)








