Editor Indonesia, Jakarta – Di saat mayoritas masyarakat Indonesia larut dalam suasana libur panjang Hari Raya Waisak, 12 Mei 2025 lalu, sebuah langkah senyap diduga dilakukan oleh tokoh lama di jagat migas nasional, Moch Riza Chalid (MRC), yang dikenal luas dengan julukan “The Mister Gasoline”. Tanpa banyak sorotan, MRC disebut masuk ke Jakarta melalui jalur senyap. Tidak ada publikasi, tidak ada penyambutan, hanya beberapa pihak tertentu yang diduga mengetahui kehadirannya.
Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, pada Minggu (1/6/2025) di Jakarta. Menurutnya, kehadiran MRC bukan tanpa tujuan strategis.
“Sudah pasti kedatangan MRC itu bukan sekadar reuni keluarga. Ia diduga datang untuk menyelamatkan dua orang kepercayaannya yang saat ini ditahan Kejaksaan Agung, yakni M. Kerry Ardianto, anaknya yang menjabat Dirut PT Navigator Khatulistiwa, serta Gading Ramadhan, Komisaris Utama PT Jenggala Maritim dan Dirut PT Orbit Terminal Merak,” ujar Yusri.
Namun yang lebih mengkhawatirkan, lanjut Yusri, adalah dugaan adanya “deal-deal senyap” dengan tokoh-tokoh berpengaruh guna memastikan kerajaan bisnis migas MRC tetap eksis, meskipun aktor depannya berubah.
Jaminan Tak Tersentuh
Yusri menyebut, kemungkinan besar MRC datang dengan jaminan dari figur kuat bahwa ia tak akan disentuh aparat penegak hukum (APH), termasuk Kejaksaan Agung. Ini seolah mengulang kembali skenario lama kasus “Papa Minta Saham” yang hingga kini tak pernah menyentuh aktor utamanya.
“Kalau MRC ditangkap, bisa terbuka borok banyak pejabat tinggi yang menerima sawerannya sejak 2004. Maka bisa dipahami mengapa penegakan hukum terasa mandek,” tegas Yusri.
Ia juga menyinggung Perpres No. 66 Tahun 2025 yang diterbitkan Presiden Prabowo Subianto tentang perlindungan terhadap jaksa dalam pemberantasan korupsi. Menurutnya, aturan ini akan menjadi sia-sia jika Kejagung tak sungguh-sungguh menuntaskan kasus besar yang menyangkut kepentingan hajat hidup publik seperti pengadaan dan distribusi BBM.
Kelangkaan BBM: Skenario atau Kelalaian?
Yusri juga mempertanyakan kelangkaan BBM yang terjadi di beberapa wilayah, termasuk Kalimantan Timur—daerah yang notabene memiliki kilang minyak besar di Balikpapan.
“Alasan bahwa BBM tidak sesuai spesifikasi (off spec) seperti yang dikemukakan Wadirut Pertamina Wiko Migantoro kepada DPR pada 23 Mei lalu, sulit diterima logika. Jika stok nasional aman untuk 21 hari, kenapa bisa langka?” tanyanya.
CERI menduga kelangkaan tersebut bukan semata karena teknis distribusi, melainkan bagian dari skenario sistematis agar tender BBM dan minyak mentah tetap melibatkan Daftar Mitra Usaha Terdaftar (DMUT), termasuk vendor-vendor yang sudah masuk daftar hitam Kejagung.
Yusri juga menyebut Dirut PT KPI, Taufik Adityawarman, perlu diperiksa ulang oleh Pidsus Kejagung atas dugaan pembiaran terhadap anak buah yang ikut bermain dalam pengadaan minyak dengan vendor-vendor bermasalah.
Tender Diduga Dimainkan
Tender pengadaan BBM jenis Pertalite (7 juta barel/bulan) dan Pertamax (3 juta barel/bulan) untuk periode Juli–Desember 2025, saat ini tengah dievaluasi tim tender PT Pertamina Patra Niaga (PPN). Namun, penawaran dari vendor-vendor asal Singapura diduga terlalu mahal—USD 0,60 hingga USD 0,70 lebih tinggi dibanding periode sebelumnya.
“Siapa yang diuntungkan dari kenaikan harga ini? Kenapa tetap mengundang vendor yang sudah masuk daftar hitam?” ujar Yusri.
Menurutnya, skenario kelangkaan ini didesain agar tender spot tetap berjalan dan vendor lama tetap diundang, meskipun bermasalah secara hukum.
Padahal, lanjut Yusri, jika memang BBM Balikpapan off spec, seharusnya bisa digantikan dengan stok lain dari kilang yang sama atau dari wilayah lain. Semua BBM seharusnya memiliki sertifikat kualitas (COQ/COA), yang menjamin kelayakan dan spesifikasi.
BBM Bengkulu: Bencana yang Terjadi Lagi
Di Bengkulu, kelangkaan BBM juga terjadi dengan alasan dangkalnya alur laut yang menghambat kapal tanker. Padahal, kata Yusri, Gubernur Bengkulu sudah mengirim surat peringatan kepada Pertamina sejak tahun lalu, tetapi diabaikan.
Akibatnya, harga BBM di pasar eceran melonjak hingga Rp30.000 per liter. Yusri menyebut ini sebagai “bencana yang disengaja” karena kelalaian sistemik.
Korupsi Terstruktur: Benarkah Oleh Desain?
Yusri mengutip pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang menyebut ketergantungan pada impor BBM dari Singapura sebagai by design oleh mafia. CERI menilai hal itu sejalan dengan pola korupsi pengadaan migas yang telah berlangsung lama dan sistematis.
Meski hampir 200 saksi telah diperiksa dan sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka sejak Februari 2025, CERI menilai Kejagung mulai kehilangan arah. Indikasinya jelas:
- Figur-figur sentral seperti “Mister James”, DW, ST, AI, dan Isnt tak kunjung dipanggil.
- Personel Satgas Pidsus dikurangi dari 30 menjadi 6 orang.
- Tender spot tetap berjalan dengan vendor bermasalah.
- Terjadi kelangkaan BBM di berbagai daerah.
- DMUT belum diblacklist meski penyidikan sudah berjalan.
- BPK belum merilis angka final kerugian negara, bahkan diduga ditekan untuk mereduksi nilainya.
- Email internal PIS ke KPI mengapa menolak penggunaan MT Jenggala Nassim terafiliasi dengan MRC oleh PIS untuk suplai minyak mentah ke terminal Kilang Pertamina Balikpapan.
- Tidak ada pergantian pengurus usai RUPS meski banyak direksi disebut-sebut dalam penyidikan.
- Hanya direksi subholding yang jadi tersangka, sementara jajaran Holding Pertamina tak tersentuh.
CERI juga menyoroti mantan Dirut Pertamina Nicke Widyawati pada pemeriksaan kedua yang diperiksa hingga pukul 00.00 WIB dari sore hari. Diharapkan pemeriksaan ini mampu mengungkap aktor besar di balik tata kelola pengadaan migas nasional. Salah satunya terkait pembelian solar industri oleh PT Adaro Minerals dengan diskon 45–55%, yang disebut merugikan negara Rp9,3 triliun.
“Kalau hingga 25 Juni 2025 berkas sembilan tersangka belum dilimpahkan ke pengadilan, maka mereka berpotensi bebas demi hukum karena sudah melewati batas 120 hari masa penahanan,” tegas Yusri, merujuk pada ketentuan KUHAP.
Pertamina dan PIS: Jawaban Mengambang
Saat dikonfirmasi CERI, Corporate Secretary PT PIS, Muhammad Baron, mengaku belum dapat memberikan informasi terkait polemik MT Jenggala Nassim.
“Masih didiskusikan internal. Kami menghormati proses hukum,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Heppy Wulansari, Corporate Secretary PPN, tidak menjawab permintaan konfirmasi mengenai krisis BBM di Balikpapan dan Bengkulu.
Adapun sembilan tersangka yang telah ditetapkan Kejagung antara lain berasal dari jajaran Pertamina dan pihak swasta, seperti Riva Siahaan, Sani Dinar, Yoki Firnandi, Agus Purwono, Maya Kusmaya, Edward Corne, M. Kerry Ardianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan.
Kejagung menyebut total kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun, meliputi:
- Ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp35 triliun
- Impor minyak mentah via broker: Rp2,7 triliun
- Impor BBM via broker: Rp9 triliun
- Kompensasi BBM 2023: Rp126 triliun
- Subsidi BBM 2023: Rp21 triliun
Namun publik kini menanti: apakah semua ini akan berujung pada penyelesaian tuntas, atau justru berakhir dengan kompromi di tengah jalan? (Har)