Editor Indonesia, Jakarta – Pemerhati sosial Sugiyanto Emik, yang akrab disapa SGY, kembali menyoroti polemik berkepanjangan terkait dugaan pemalsuan ijazah sarjana kehutanan milik mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menilai, isu ini seharusnya dapat diselesaikan secara sederhana, namun justru terus bergulir dan memperkeruh suasana publik sejak mencuat pada 2022.
“Sungguh saya merasa jengah. Isu ini sudah terlalu lama tanpa ada titik terang. Ini mengganggu kewarasan publik dalam menerima kebenaran,” ujar SGY dalam pernyataan tertulisnya, Senin (7/4/2025).
Isu dugaan pemalsuan ijazah Jokowi kembali mengemuka setelah masa jabatannya sebagai Presiden berakhir pada 2024. Ijazah tersebut berasal dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat di mana Jokowi diklaim menempuh pendidikan sejak 1980 dan lulus pada 1985.
Meski UGM telah menyatakan bahwa ijazah tersebut asli—lengkap dengan bukti data akademik dan dukungan dari rekan-rekan seangkatannya—isu ini tetap mencuat, bahkan dibawa ke ranah hukum. Beberapa pihak seperti Bambang Tri Mulyono dan penceramah Gus Nur sempat terjerat kasus hukum setelah menyuarakan dugaan tersebut secara terbuka.
“UGM sudah memberikan klarifikasi resmi. Tapi tetap saja muncul tudingan, bahkan sampai dijadikan konten YouTube dengan narasi yang tidak bertanggung jawab,” kata SGY.
Salah satu pemicu terbaru datang dari video yang diunggah oleh mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, yang menganalisis dugaan kejanggalan ijazah berdasarkan jenis font dan sistem operasi yang digunakan dalam dokumen tersebut. Video itu kembali memantik perdebatan luas di media sosial.
“Sungguh saya merasa jengah. Isu ini sudah terlalu lama tanpa ada titik terang. Ini mengganggu kewarasan publik dalam menerima kebenaran,”
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menegaskan bahwa tudingan tersebut tidak berdasar. Ia menyatakan Jokowi memang kuliah dan menyelesaikan skripsinya di UGM serta dikenal aktif dalam kegiatan kemahasiswaan.
Jokowi sendiri pun sudah menanggapi dengan tegas. “Fitnah yang diulang-ulang. UGM sudah klarifikasi, teman-teman saya ada, foto-foto juga banyak. Kalau ada yang menuduh, ya mereka yang harus membuktikan,” tegas Jokowi dalam sebuah kesempatan.
SGY menilai bahwa penyelesaian polemik ini tak seharusnya menjadi hal yang sulit jika semua pihak bersikap jujur dan terbuka. Ia bahkan menyebut bahwa hanya figur-figur dengan legitimasi kuat seperti Presiden Prabowo Subianto atau Sekjen PBB António Guterres yang mungkin dapat meredakan isu yang telah membelah opini publik ini.
“Kalau dibiarkan terus, kasus ini bisa menjadi mimpi buruk bagi reputasi bangsa. Bahkan bisa tercatat dalam Guinness World Records sebagai negara yang gagal menyelesaikan isu yang seharusnya sederhana,” ujar SGY.
Ia pun menyerukan agar seluruh elemen bangsa, termasuk komunitas internasional, turut mendorong penyelesaian kasus ini secara adil dan transparan.
“Ini soal nama baik seorang mantan Presiden dan martabat bangsa yang memiliki lebih dari 281 juta penduduk. Jangan sampai kasus ini menjadi warisan kebingungan kolektif untuk generasi mendatang,” tutup SGY. (Har)