Editor Indonesia, Jakarta – Terancamnya kelestarian Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 69.000 hektare dari total luas awal 81.793 hektare pada tahun 2014 telah hilang, menyisakan hanya 12.561 hektare. Kerusakan ini diakibatkan oleh perambahan hutan yang masif, merusak ekosistem vital dan habitat satwa langka seperti gajah dan harimau.
Hal itu diungkap oleh Jaksa Agung sekaligus Wakil Ketua I Pengarah Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), ST Burhanuddin dalam rapat di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jumat lalu.
“Hal ini disebabkan oleh perambahan hutan yang merusak ekosistem dan fungsi hutan sebagai rumah satwa serta paru-paru dunia,” kata Burhanuddin dalam keterangannya, dikutip Minggu (22/6).

Perkebunan Sawit Ilegal dan Dugaan Korupsi Jadi Biang Kerok
ST Burhanuddin juga mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama penyusutan TNTN adalah maraknya perkebunan sawit ilegal. Ironisnya, perkebunan ini telah menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat sekitar, menciptakan dilema kompleks antara pelestarian lingkungan dan kesejahteraan ekonomi.
Lebih lanjut, Burhanuddin menyoroti adanya Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di dalam kawasan hutan TNTN, mengindikasikan dugaan korupsi dalam proses penerbitannya. Tak hanya itu, banyak warga yang tinggal di kawasan tersebut juga diketahui memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu.
Infrastruktur Pemerintah di Tengah Hutan dan Konflik Satwa
Permasalahan semakin pelik dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana pemerintah di dalam TNTN, seperti tiang listrik, tempat ibadah, dan bahkan sekolah. Keberadaan infrastruktur ini memperburuk konflik antara masyarakat yang bermukim di sana dengan satwa liar yang kehilangan habitatnya.
Upaya Pengembalian Fungsi Hutan dan Seruan Kolaborasi
Meskipun demikian, Satgas PKH di bawah koordinasi Kejaksaan Agung terus berupaya mengembalikan fungsi TNTN. Hingga 2 Juni 2025, total 1.019.611,31 hektare lahan telah berhasil dikuasai kembali. Burhanuddin menegaskan bahwa penanganan masalah ini memerlukan kolaborasi lintas sektor, melibatkan tidak hanya aspek lingkungan hidup, tetapi juga ekonomi dan sosial masyarakat. (Frd)
Baca Juga: Taman Nasional Tesso Nilo Menyusut Drastis Akibat Perkebunan Sawit Ilegal









