HukumPolhukam

Skandal Hakim dan Benteng Keadilan yang Runtuh: Saat Integritas Dijual Murah di Meja Hijau

×

Skandal Hakim dan Benteng Keadilan yang Runtuh: Saat Integritas Dijual Murah di Meja Hijau

Sebarkan artikel ini
Skandal Hakim dan Benteng Keadilan yang Runtuh: Saat Integritas Dijual Murah di Meja Hijau
Ilustrasi/dok.ist

Editor Indonesia, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, kembali mengingatkan pentingnya Mahkamah Agung (MA) dan komunitas hakim untuk menjaga wibawa serta martabat lembaga peradilan. Seruan ini muncul di tengah meningkatnya persepsi negatif masyarakat akibat skandal demi skandal yang mencoreng institusi peradilan.

“Kami tidak akan pernah bosan menyuarakan harapan rakyat agar pengadilan tetap menjadi benteng terakhir keadilan. MA dan komunitas hakim harus memberikan jaminan bahwa benteng ini tidak runtuh oleh ulah segelintir oknum,” tegas Bamsoet di Jakarta, Jumat (18/4).

Keprihatinan Bamsoet bukan tanpa alasan. Kasus dugaan suap terkait putusan perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali mengguncang publik. Kejaksaan Agung telah menetapkan empat oknum hakim sebagai tersangka.

“Peradilan adalah benteng terakhir keadilan. Tapi jika hakim sendiri yang merobohkannya, ke mana lagi rakyat mencari keadilan?” – Bambang Soesatyo

Skandal serupa sebelumnya juga terjadi di PN Surabaya, ketika tiga hakim membebaskan terdakwa kasus pembunuhan Ronald Tannur. Belakangan, terungkap bahwa putusan bebas itu dilatari praktik suap. Ironisnya, kasus ini bahkan menyeret oknum pegawai MA yang diduga berperan sebagai makelar kasus.

“Rentetan kasus ini membuat kita semua prihatin. Hakim yang sejatinya patut dimuliakan justru mencederai kepercayaan publik. Hakim yang jujur dan berintegritas pasti merasa dipermalukan oleh rekan-rekannya sendiri,” ujar Ketua MPR RI ke-15 ini.

Namun, suara lantang Bamsoet ini disambut dengan sikap skeptis oleh pegiat kesenian dan aktivis kemanusiaan, Edi Karsito. Menurutnya, seruan moral semacam ini sudah terlalu sering terdengar – namun hanya berhenti sebagai retorika tanpa aksi nyata.

“Implementasinya? Nol besar,” kata Edi Karsito. “Perilaku korupsi telah mengakar di seluruh sendi kehidupan. Uang suap hanya berganti istilah — dari ‘uang transport’ hingga ‘uang keamanan’. Saking umumnya, masyarakat kini semakin apatis,” ungkap Edi, di Jakarta, Jumat (18/4/2025)

Lebih lanjut, Edi menyoroti ironi bahwa korupsi bahkan merambah dana keagamaan. “Konon bangsa ini agamis. Tapi nyatanya, dana haji, cetak Al-Quran, hingga program makan sehat gratis pun dikorupsi. Selama sistem kekuasaan masih transaksional, jangan harap korupsi bisa lenyap,” ujarnya tajam.

“Konon bangsa ini agamis. Tapi dana haji pun dikorupsi. Selama kekuasaan transaksional, integritas hanyalah ilusi.” – Edi Karsito

Meski berbeda pendekatan, baik Bamsoet maupun Edi sepakat: peradilan kita sedang dalam krisis kepercayaan. Saat integritas dijual murah, dan keadilan bisa dinegosiasikan, maka benteng terakhir hukum tidak lagi kokoh — melainkan rapuh dan bisa runtuh kapan saja. (Her)