HukumPolhukam

Skandal Minyak Mentah Pertamina: CERI Soroti Kontrak Rahasia dengan SOMO

×

Skandal Minyak Mentah Pertamina: CERI Soroti Kontrak Rahasia dengan SOMO

Sebarkan artikel ini
Fransjono Lazarus Didorong Jadi VP PHE, Aktivis: Ada Jejak Proyek Bermasalah
Ilustrasi/dok.Editor Indonesia-AI

Editor Indonesia, Jakarta – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mendesak Tim Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung), untuk turut menyelidiki kontrak jangka panjang pengadaan minyak mentah antara perusahaan minyak Irak, State Organization for Marketing of Oil (SOMO), dengan Pertamina. Kontrak tersebut mencakup pasokan 3 juta barel minyak mentah Basrah per bulan dan disebut masih berjalan hingga kini.

Yusri, yang berbicara dari Medan, bersama Ketua Umum Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat dengan Zoom di Jakarta, Jumat (4/4/2025) menyatakan dukungan penuh kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Jaksa Agung menuntaskan kasus dugaan permainan impor minyak di Pertamina tanpa pandang bulu.

“Jika Jaksa Agung dan Jampidsus tidak mampu menangkap semua pihak yang terlibat, kami minta mereka mundur secara ksatria,” tegas Yusri.

Lebih lanjut, Yusri mengungkap bahwa Ketua Umum ASPIRASI siap menggerakkan ribuan pekerja untuk berunjuk rasa di Kejaksaan Agung. “Pekerja selama ini adalah korban dari permainan mafia BBM,” tambahnya.

Evaluasi Tata Kelola Impor Pertamina

Yusri juga mendesak Direksi Pertamina dan seluruh subholding untuk melakukan evaluasi total terhadap Tata Kelola Impor (TKI), Tata Kelola Organisasi (TKO), General Terms & Conditions pengadaan minyak mentah, BBM, LPG, serta optimalisasi hilir. Langkah ini penting untuk menyinkronkan kegiatan antara Kilang Pertamina Internasional (KPI), Pertamina Patra Niaga (PPN), Pertamina International Shipping (PIS), dan Pertamina Hulu Energi (PHE).

Yusri menjelaskan bahwa pada 2012, Pertamina telah menandatangani kontrak pengadaan minyak mentah Basrah dengan SOMO dengan skema Crude Oil Processing Deal (COPD) sebanyak 2 juta barel per bulan menggunakan kilang SK Energy di Korea Selatan. Kontrak ini kemudian diperpanjang menjadi 3 juta barel per bulan, dan penggunaan kilang dipindah ke fasilitas Shell di Singapura.

Pada Juni 2016, Dirut Pertamina saat itu, Dwi Sucipto, dan Presiden Direktur PT Shell Indonesia, Darwin Silalahi, menyaksikan penandatanganan kontrak COPD antara SVP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, Daniel Purba, dan GM Product East Trading & Supply Shell International Eastern Trading Company (SIETCO) di Singapura.

“Skema ini memungkinkan Pertamina membeli minyak mentah dari SOMO, termasuk dari blok Partisipasi Pertamina di West Qurna, Irak, yang kemudian diolah menjadi BBM dan dipasok ke Indonesia,” jelas Yusri.

Kejanggalan dan Keterlibatan Tokoh Kontroversial

Yusri menyoroti kejanggalan dalam proses penandatanganan kontrak tersebut. Tim negosiasi awal yang dipimpin Ir. Gigih Prokoso (alm.) tidak dilibatkan saat penandatanganan kontrak di Irak, yang justru dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian era Presiden SBY, Hatta Rajasa, dan Dirut Pertamina menggunakan pesawat jet pribadi.

Menurut Yusri, tokoh kontroversial Reza Chalid, alias “Mister Gasoline”, ikut serta dalam rombongan tersebut dan disebut sebagai penyedia jet pribadi tersebut.

Baru-baru ini, beredar peta dugaan jaringan mafia minyak yang diduga mengatur pengadaan minyak mentah pada periode 2018–2023. Kasus ini sedang disidik oleh Tim Pidsus Kejagung, dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun hanya pada tahun 2023, belum termasuk tahun-tahun sebelumnya. Yusri menyebut beberapa inisial yang muncul dalam peta tersebut, seperti MRC, HR, ET/BT, dan operator lapangan berinisial James.

Yusri juga mengungkap bahwa tersangka kasus pengadaan minyak mentah dan BBM, mantan Dirut PIS berinisial YF, diduga merupakan keponakan dari HR. Skandal minyak mentah Pertamina ini harus dibongkar demi menyelamatkan uang negara.

Markus dan Marjab di Lingkaran Kasus Korupsi

Pengamat intelijen Sri Radjasa, MBA, menyampaikan informasi terkait adanya makelar kasus (markus) dan makelar jabatan (marjab) yang aktif bergerak di seputar kasus korupsi Pertamina. Menurutnya, mereka menggunakan kedekatan dengan aktivis antikorupsi untuk memecah belah aparat penegak hukum.

“Tampilan mereka di media seolah-olah memerangi korupsi, padahal di balik itu justru melindungi calon tersangka,” ungkapnya.

Bahkan, Sri menyebut kelompok ini berani menjual kedekatan dengan Direksi dan Komisaris Utama Pertamina untuk mengatur proyek dan jabatan. Inisial seperti ESB dan RHT disebut sebagai bagian dari kelompok ini, yang diduga mampu mengatur berbagai jabatan di subholding Pertamina.

“Karena itu, seluruh elemen bangsa harus mendukung Presiden Prabowo Subianto dalam memerintahkan Kejaksaan Agung, KPK, dan BPK untuk mengusut tuntas mafia migas serta para makelar kasus dan jabatan,” tegas Sri Radjasa. Sebab skandal minyak mentah Pertamina ini telah lama merugikan negara, jika tidak diberantas saat ini kapan lagi. Ini momentum untuk Presiden Prabowo membuktikan omongannya memberantas korupsi. (Har)