Editor Indonesia, Jakarta – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) mengungkap dugaan praktik penyimpangan serius dalam pengelolaan kapal tanker oleh PT Pertamina International Shipping (PIS), anak usaha PT Pertamina (Persero). Salah satu sorotan utama adalah pembentukan puluhan perusahaan cangkang (Special Purpose Vehicle/SPV) di luar negeri yang digunakan untuk menyewa kapal tanker—sebuah pola yang dinilai sarat potensi penyalahgunaan keuangan negara.
“Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri harus segera membenahi warisan buruk kebijakan direksi sebelumnya. Jika dibiarkan, ini bisa berujung pada jerat pasal pembiaran,” tegas Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, kepada awak media, Selasa (29/7/2025).
Menurut Yusri, pembenahan di tubuh PIS saja dapat membuka potensi peningkatan pemasukan negara hingga Rp10 triliun per tahun. Indikasi kerugian negara bukan hanya berasal dari praktik SPV, tapi juga dari pengelolaan manajemen kapal yang dinilai tidak transparan.
SPV untuk Setiap Tiga Kapal
Yusri mengungkap bahwa ada sekitar 70 kapal tanker milik PIS yang disewakan melalui SPV. Polanya, untuk setiap tiga kapal dibuat satu SPV, dengan direksi fiktif menggunakan nama staf internal PIS.
“Patut diduga, modus ini digunakan untuk menghindari kewajiban pajak kepada negara,” kata Yusri.
Dalam forum Indonesia Maritime Week 2025, VP Health Safety Security & Environment (HSSE) PT PIS, Ade Gunawan, menyebut PIS kini mengoperasikan 755 kapal, 70 persen di antaranya untuk rute domestik. Dari jumlah itu, 370 kapal dioperasikan oleh PT Pertamina Trans Kontinental, 53 kapal di bawah PIS Asia Pacific (Singapura), dan 14 kapal melalui PIS Middle East.
Laporan Keuangan Fantastis dan Dugaan Kickback
CERI juga menyoroti laporan keuangan PIS yang kerap meningkat tajam—bahkan mencapai kenaikan 126 persen pada 2020. Menurut Yusri, lonjakan ini bisa jadi mencerminkan adanya arus dana tidak wajar, termasuk dugaan kickback fee dari mitra pengelola kapal.
PIS disebut menunjuk 10 perusahaan ship management: lima di luar negeri (SM Pte Ltd, TSM Pte Ltd, WSM Ltd, NSM Pte Ltd, BSSM) dan lima di dalam negeri (PT SIM, PT GBL, PT WNS, PT CTP, dan AS Pte Ltd).
“Informasi kami, sekitar 30 persen dari nilai kontrak dipungut dari pemilik kapal oleh manajemen tersebut. Mohon pihak Pidana Khusus Kejagung bisa mendalaminya,” ungkap Yusri.
Koneksi Golf dan Lobi Proyek
CERI juga mengendus pola hubungan informal dalam pengelolaan proyek kapal PIS. Beberapa pihak disebut rutin bertemu di akhir pekan dengan dalih “kunjungan kerja” ke luar negeri—termasuk main golf di Thailand.
“Perlu ditelusuri apakah forum-forum ini juga jadi ruang transaksi atau konsolidasi lobi,” kata Yusri.
Seruan Transparansi untuk Kejaksaan Agung
CERI menyatakan dukungan penuh terhadap komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi dan mendesak Kejaksaan Agung agar tidak tebang pilih dalam pengusutan skandal tata kelola minyak yang diduga merugikan negara Rp285 triliun pada periode 2018–2023.
“Kami minta Kejagung juga memeriksa ‘markus’ yang berkeliaran sejak awal proyek ini—seperti yang pernah terjadi dalam kasus korupsi BTS dan minyak goreng,” pungkas Yusri. (Didi)