Editor Indonesia, Jakarta – Mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, alias Noel, membantah empat unit ponsel yang ditemukan penyidik KPK di plafon rumah dinasnya adalah miliknya. Noel menyebut ponsel-ponsel tersebut milik pembantunya.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa fokus penyidik bukanlah kepemilikan fisik ponsel, melainkan isi data di dalamnya.
“Esensi dari barang bukti elektronik yang disita penyidik adalah isinya,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Menurut Budi, penyidik akan mengekstrak dan menganalisis data dari ponsel-ponsel tersebut untuk mencari petunjuk yang bisa mendukung proses penyidikan kasus dugaan pemerasan sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan.
“Jika memang tidak ada kaitannya, penyidik pasti akan mengembalikan. Tapi, kalau ada kaitannya dan dibutuhkan, pasti akan didalami,” jelas Budi.
“Ini akan sangat membantu dalam proses penyidikan perkara.” tambah Budi
Penyitaan empat ponsel itu dilakukan saat KPK menggeledah rumah dinas Noel di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Selain ponsel, KPK juga menyita satu unit mobil Toyota Alphard.
Penyidik menemukan keempat ponsel itu di atas plafon. Budi sebelumnya sempat mengatakan bahwa temuan tersebut akan didalami, termasuk apakah ada upaya sengaja untuk menyembunyikan barang bukti.
“Tentunya kami akan tanyakan dalam proses pemeriksaan, apakah memang sengaja disembunyikan atau hanya ditaruh di plafon,” kata Budi pada Selasa (26/8/2025).
Kasus Pemerasan Sertifikasi K3
Kasus ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (20/8/2025). KPK menetapkan 11 orang sebagai tersangka, termasuk Noel.
Dalam kasus ini, Noel diduga menerima uang Rp 3 miliar dan motor Ducati Scrambler dari hasil pemerasan sertifikasi K3 yang terjadi pada 2019–2024. Total uang dari pemerasan tersebut mencapai Rp 81 miliar, dengan sebagian besar mengalir ke Irvian Bobby Mahendro (IBM), Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3, sebesar Rp 69 miliar.
Noel sendiri telah membantah di-OTT dan menyebut kasus yang menjeratnya bukan terkait pemerasan. Ia bahkan sempat memohon amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. (Frd)