Editor Indonesia, Jakarta – Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati telah mengumpulkan pajak kripto sebesar Rp 112 miliar sepanjang tahun 2024.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo merinci, dari Rp112 miliar tersebut, Rp51 miliar merupakan pajak penghasilan (PPh), dan Rp59 miliar merupakan pajak pertambahan nilai (PPN).
“Saya sampaikan update juga untuk tahun 2024 untuk transaksi kripto terkumpul pajak Rp 112 miliar, PPh dan PPN,” ujar Suryo dalam Konferensi Pers APBN KiTa, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Sebagai informasi, pemerintah resmi menetapkan pajak untuk aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2022 yang berlaku sejak 1 Mei 2022.
Mengenai besaran pajak yang berlaku berdasarkan aturan tadi, Suryo mengatakan PPN untuk transaksi kripto ditentukan sebesar 0,11 persen bagi setiap transaksi. Sementara, untuk pajak penghasilan ditetapkan 0,1 persen per transaksi.
Jadi sudah sangat rendah hampir sama dengan transaksi saham di bursa,” tegasnya Suryo
Sementara itu, bagi yang belum terdaftar di Bappebti, pungutan pajaknya lebih tinggi yakni PPh 0,2 persen dan PPN sebesar 0,22 persen.
Terkait dengan adanya masukan dari berbagai pelaku industri yang meminta aturan pajak kripto dikaji ulang, Suryo menyampaikan penetapan aturan pajak kripto telah melalui diskusi bersama para pemangku kepentingan (stakeholder). Namun pihaknya akan mencoba mengkaji lagi besaran pajak yang ideal untuk diterapkan.
“Nanti kami coba akan kaji lagi, kira-kira seperti apa, apa betul pajak yang sudah sedemikian rendah memberikan dampak kepada transaksi kripto itu sendiri, atau mungkin ada penyebab yang lain,” pungkasnya. (Didi)