Opini

Stok Beras BULOG Tembus 4 Juta Ton: Berkah atau Bom Waktu?

×

Stok Beras BULOG Tembus 4 Juta Ton: Berkah atau Bom Waktu?

Sebarkan artikel ini
Stok Beras BULOG Tembus 4 Juta Ton: Berkah atau Bom Waktu?
Petugas Perum Bulog sedang memeriksa tumpukan beras di Gudang Bulog Mujung Agung, Kabupaten Tegal/dok. Editor Indonesia/Supar
Stok Beras Bulog Tembus 4 juta ton: Berkah atau Bom Waktu

Oleh: Khudori*

Seperti yang telah diperkirakan, stok beras di gudang Perum BULOG akhirnya menembus angka 4 juta ton pada 29 Mei 2025. Jumlah ini merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah BULOG berdiri. Dari total tersebut, sekitar 2,4 juta ton berasal dari serapan gabah/beras produksi dalam negeri, sementara sisanya adalah sisa stok tahun lalu, yang sebagian besar didatangkan dari impor.

Namun, di balik pencapaian ini tersimpan sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang tidak ringan. Mengelola stok besar beras bukan perkara mudah, terutama karena beras adalah komoditas yang mudah rusak. Penyimpanan lebih dari 4 bulan akan meningkatkan risiko penurunan mutu, penyusutan volume, hingga pembusukan, meskipun perawatan dilakukan secara rutin (lumintu).

Stok besar ini tidak terjadi secara tiba-tiba. BULOG sejak awal tahun digerakkan untuk menyerap sebanyak mungkin beras petani, namun penyalurannya dihentikan sementara. Hingga akhir Mei 2025, penyaluran untuk operasi pasar stabiliasi pasokan dan harga pangan (SPHP) baru mencapai 181.173 ton, dan bantuan pangan beras yang seharusnya disalurkan Januari–Februari 2025 juga tidak kunjung bergulir. Inilah yang membuat gudang penuh.

Analogi sederhana: jika BULOG adalah makhluk hidup, saat ini ia terus diberi makan tanpa bisa “buang air”. Akibatnya, terjadi “sakit perut”: gudang BULOG yang berkapasitas 3,7 juta ton kini penuh, bahkan harus menyewa tambahan gudang berkapasitas 1,4 juta ton. Semua ini membebani keuangan perusahaan, terlihat dari laporan keuangan triwulan I-2025: rugi Rp1,4 triliun.

Target Penyaluran Berat: 400 Ribu Ton per Bulan

Untuk menormalkan kondisi, BULOG harus menyalurkan setidaknya 2,8 juta ton hingga akhir 2025, agar stok akhir tahun berada di batas aman 1,2 juta ton. Artinya, BULOG harus bisa mendistribusikan 400 ribu ton per bulan selama tujuh bulan ke depan—sebuah angka yang belum pernah tercapai secara konsisten dalam sejarah.

Sebagai perbandingan, saat krisis moneter 1997–1998 saja, penyaluran beras hanya dua kali melebihi 400 ribu ton per bulan. Tahun lalu (2024), penyaluran mencapai total 3,697 juta ton, atau rata-rata 308 ribu ton per bulan, terbantu oleh program bantuan pangan dan SPHP yang besar.

Produksi Beras Lumintu, Tapi Risiko Penumpukan Meningkat

Menurut BMKG, kemarau 2025 datang terlambat dan cenderung menjadi kemarau basah, yang berarti produksi padi kemungkinan tetap tinggi hingga akhir tahun. Ini kabar baik bagi petani, tapi bisa berdampak buruk pada BULOG jika serapan pasar terhadap stok beras menurun.

Saat ini, terdapat ratusan ribu ton beras di gudang berusia antara 9–14 bulan, bahkan puluhan ribu ton telah berusia lebih dari 14 bulan. Beras-beras ini harus segera disalurkan sebelum mutunya menurun drastis.

Langkah Strategis: Regulasi, Inpres, dan Kemungkinan Ekspor

Presiden Prabowo telah menerbitkan Inpres No. 6 Tahun 2025 tentang Pengadaan dan Penyaluran Beras, yang membuka berbagai kanal penyaluran mulai dari SPHP, bantuan pangan, hingga program makan bergizi gratis. Namun, agar efektif, aturan turunan dari inpres ini harus segera diterbitkan oleh kementerian/lembaga terkait.

Selain itu, opsi ekspor boleh dipertimbangkan, namun hanya jika pasokan dalam negeri sudah aman, minimal di akhir September ketika 80–85% produksi sudah tercapai. Ekspor terlalu dini bisa membahayakan ketahanan pangan nasional.

Harga Beras & Gabah: Saatnya Koreksi Kebijakan?

Pertanyaan publik yang terus muncul adalah: “Apa gunanya stok besar jika hanya ditimbun di gudang dan membebani anggaran?” Apalagi saat harga beras medium dan premium masih jauh di atas harga eceran tertinggi (HET).

Pemerintah perlu:

  • Mengembalikan syarat kualitas dalam pembelian gabah demi menjaga mutu.
  • Memberlakukan rafaksi harga untuk gabah kualitas rendah.
  • Mengoreksi harga beli BULOG agar menarik, minimal Rp13.000/kg untuk beras.
  • Menyesuaikan HET beras, karena saat harga gabah naik, tidak masuk akal harga beras stagnan.

Penutup: Menyelamatkan Stok, Menjaga Stabilitas

Manajemen stok beras yang jumbo ini adalah ujian besar bagi BULOG dan pemerintah. Tanpa penyaluran masif dan strategi yang konkret, stok besar justru bisa menjadi beban dan ancaman, bukan jaminan ketahanan pangan.

*) Pengamat Perberasan

  Referensi:

  •  https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250530090437-92-1234635/cadangan-beras-bulog-capai-4-juta-ton-mentan-terima-kasih
  • https://www.tempo.co/ekonomi/bapanas-presiden-prabowo-setujui-bantuan-pangan-dilakukan-enam-bulan-di-2025-1188559
  • https://www.bmkg.go.id/siaran-pers/kemarau-2025-lebih-pendek-bmkg-ingatkan-potensi-risiko-tetap-ada
  • Beddu Amang dan M Husein Sawit. 2001. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde Baru dan Orde Reformasi. Bogor: IPB Press.
  • Noer Soetrisno dkk. 2020. Skema Baru Pengadaan dan Pengelolaan Stok Beras: Dinamika Manajemen Stabilisasi Harga Beras 2017-2019. Bogor: IPB Press.