Editor Indonesia, Jakarta — Penurunan tarif Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen dinilai tidak akan terlalu berdampak pada ekonomi nasional. Menurut Prasasti Center for Policy Studies, ketergantungan Indonesia pada ekspor ke AS sebenarnya tidak besar.
“Ekspor ke AS cuma sekitar 10 persen dari total ekspor kita,” kata Gundy Cahyadi, Direktur Riset Prasasti, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (16/7). “Kalaupun akses ke sana ditutup total, dampaknya ke PDB Indonesia hanya sekitar dua persen.”
Gundy menilai kebijakan tarif ala Presiden Donald Trump lebih bernuansa politik daripada ekonomi. “Gaya Trump cenderung teatrikal. Pasar sudah biasa dengan drama semacam itu,” ujarnya. Ia menyebut reaksi pasar global pun hanya sesaat, seperti saat indeks VIX melonjak di April tapi kembali tenang di Juli.
“Indonesia harus tetap fokus ke investasi, bukan terjebak pada isu dagang”
Alih-alih panik, Gundy menekankan bahwa Indonesia harus tetap fokus ke investasi, bukan terjebak pada isu dagang. Ia juga menilai langkah Presiden Prabowo Subianto bergabung ke forum BRICS adalah sinyal kuat bahwa Indonesia ingin memperluas kerja sama strategis.
“Kalau Trump tampil dengan drama, Jakarta sekarang sedang menulis naskahnya sendiri,” ucap Gundy.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan tarif 19 persen untuk produk Indonesia melalui unggahan di Truth Social. Tarif ini diturunkan dari angka awal 32 persen yang diumumkan pada April 2025. (RO)
Baca Juga: Trump Resmi Berlakukan Tarif 19% untuk RI, AS Dapat Akses Bebas Bea Masuk dan Kontrak Boeing







