Oleh: Fulung Wahyu Nugroho
Kejatuhan Kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1924 membawa dampak global yang signifikan. Dampak negatif yang signifikan dari runtuhnya Kekhalifahan di Turki ini terasa terhadap berbagai aspek kehidupan di wilayah tersebut, termasuk penghapusan syariat Islam, pengaruh pada pendidikan, perubahan sosial dan budaya, dan dampak pada masyarakat Muslim.
Salah satu respon terhadap peristiwa ini adalah berdirinya Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1949. Tujuan utama OKI adalah untuk mempromosikan kerjasama dan persatuan di antara negara-negara Muslim, terutama dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial. Organisasi ini juga menjadi wadah untuk mendiskusikan isu-isu global yang memengaruhi komunitas Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Pengaruh pada Masyarakat Muslim Indonesia
Kejatuhan Turki Utsmani juga dirasakan oleh masyarakat Muslim di Indonesia. Beberapa organisasi Islam seperti Sarekat Islam (SI) dan Muhammadiyah aktif merespons melalui Kongres Umat Islam, yang kemudian melahirkan Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926.
Muhammadiyah dan NU memainkan peran penting dalam menjaga kebebasan beribadah sesuai mazhab masing-masing di Indonesia.
Pengaruh pada Sistem Pemerintahan di Indonesia
Kejatuhan Turki Utsmani menginspirasi perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Di bawah kepemimpinan Soekarno dan Hatta, Indonesia berusaha membangun negara yang sekuler dan demokratis, jauh berbeda dari model monarki dan teokrasi yang diterapkan di Turki Utsmani. Hal ini menjadi titik penting dalam sejarah politik Indonesia, di mana sekularisme mulai berperan dalam pembentukan negara.
Pengaruh pada Peran Agama dalam Kehidupan Sosial
Setelah runtuhnya Turki Utsmani, peran agama dalam kehidupan sosial di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Agama, terutama Islam, tidak lagi memegang kendali atas urusan politik dan sosial secara langsung, melainkan lebih berperan sebagai identitas spiritual pribadi. Hal ini berdampak pada berkurangnya fokus pendidikan Islam dan meningkatnya pengaruh pendidikan Barat di Indonesia.
Faktor-Faktor Penghambat Peran Islam Politik di Indonesia
Beberapa faktor menghambat peran Islam dalam politik Indonesia, antara lain:
– Biaya Politik yang Tinggi: Tingginya biaya untuk berpolitik menjadi penghalang bagi kaum muda dan kelompok Islam untuk terlibat lebih aktif.
– Kurangnya Integrasi Politik: Seperti diungkapkan oleh Lucian W. Pye, integrasi politik yang lemah bisa menghambat pembangunan ekonomi.
– Perpecahan Umat Islam: Perpecahan internal di antara kelompok-kelompok Islam, mirip dengan yang terjadi di Andalusia, dapat mengurangi pengaruh Islam dalam politik.
– Cinta Dunia dan Takut Mati: Orientasi yang lebih materialistis di kalangan umat Islam mengurangi semangat untuk terlibat dalam politik.
– Pudarnya Peran Ulama: Ketika peran ulama melemah, umat Islam kehilangan bimbingan moral yang penting dalam arena politik.
– Demagog dan Narsisme Politik: Demagog dan tokoh politik narsistik sering mengalihkan fokus dari kepentingan umum ke ambisi pribadi.
Tren Kebangkitan Islam Politik di Indonesia
Seiring waktu, organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU telah memainkan peran besar dalam menjaga moderasi Islam dan menjunjung tinggi Pancasila. Mereka juga berperan dalam menjaga stabilitas politik Indonesia.
Sistem politik Indonesia yang dinamis, dengan keragaman bahasa, budaya, dan agama, terus mengalami transformasi. Di tengah perubahan tersebut, partai politik dan lembaga pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk masa depan politik Indonesia.
Saran dan Masukan
Memahami sejarah Turki Utsmani dan dampaknya terhadap dunia Islam, termasuk Indonesia, sangat penting. Mahasiswa dan kaum muda perlu mempelajari bagaimana Islam berperan dalam politik, sebagaimana diperintahkan dalam syari’ah (siyasah syariyyah). Dengan begitu, mereka dapat mengambil pelajaran dari masa lalu dan mengaplikasikannya untuk perbaikan politik Islam di masa kini.
*)Mahasiswa STID Mohammad Natsir, Jakarta.









