Editor Indonesia, Jakarta, — Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menyetujui pinjaman berbasis kebijakan senilai US $500 juta—sekitar Rp8,05 triliun—untuk mendorong modernisasi perpajakan di Indonesia. Dukungan ini menjadi subprogram pertama dari tiga rangkaian Program Domestic Resource Mobilization (DRM) ADB untuk Indonesia.
Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga, menyebut pendanaan ini ditujukan untuk memperkuat kerangka kebijakan pajak, menaikkan kepatuhan, serta menekan praktik penghindaran pajak.
“Program ini merupakan momen penting bagi penguatan keberlanjutan fiskal Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (14/8).
Melalui program ini, pemerintah didorong agar lebih leluasa membiayai prioritas pembangunan tanpa mengorbankan stabilitas makroekonomi. Paket reformasi juga disejajarkan dengan RPJMN, dengan fokus pada tiga area: peningkatan efisiensi administrasi, penguatan kerja sama pajak lintas negara, serta penyempurnaan kebijakan pajak yang mendukung agenda pembangunan berkelanjutan.
ADB memperkirakan implementasi subprogram perdana tersebut dapat mengangkat rasio pajak terhadap PDB hingga 1,28 poin persentase pada 2030. Kenaikan ini diharapkan membuka ruang fiskal baru bagi pertumbuhan dan investasi yang berdampak pada kesejahteraan publik.
Salah satu komponen kunci adalah operasionalisasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax), platform digital baru Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Meski sempat menuai sorotan karena gangguan yang memperlambat pelaporan, Coretax diproyeksikan akan merapikan proses administrasi, meningkatkan mutu layanan, serta memperkaya akurasi dan kedalaman data untuk memperkuat deteksi serta penindakan ketidakpatuhan.
Di ranah internasional, program ini akan memperkokoh kapasitas DJP dalam menanggulangi penghindaran pajak sesuai Kerangka Inklusif OECD/G20 soal Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Tujuannya, memastikan korporasi multinasional membayar pajak secara proporsional di yurisdiksi tempat mereka beroperasi dan meraih laba. (Did)
