Ekonomi

Benarkah RI Barter Keanggotaan OECD dengan Normalisasi Hubungan Israel?

×

Benarkah RI Barter Keanggotaan OECD dengan Normalisasi Hubungan Israel?

Sebarkan artikel ini
Benarkah RI Barter Keanggotaan OECD dengan Normalisasi Hubungan Israel?
Ilustrasi OECD/dok.ist

Editor Indonesia, Jakarta – Beredar kabar bahwa Indonesia setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai imbalan untuk bisa bergabung ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).

Sebelumnya dilaporkan oleh situs-situs berita Israel antara lain Ynet, Israel dan Indonesia telah mengadakan pembicaraan mengenai normalisasi hubungan antara kedua negara selama tiga bulan terakhir. Namun, laporan yang tidak bersumber tersebut mengatakan bahwa sebagai imbalan atas terjalinnya hubungan dengan Israel, Yerusalem akan berhenti menghalangi dan memuluskan Indonesia untuk bergabung dengan OECD, organisasi ekonomi yang saat ini mencakup 38 negara dengan perekonomian terkemuka di dunia.

Selain itu dikutip dari The Times of Israel pada Kamis (11/4/2024), laporan tersebut mengatakan, OECD juga terlibat dalam pembicaraan tersebut.

Seorang pejabat Israel kemudian mengonfirmasi laporan tersebut kepada Times of Israel. Israel dilaporkan telah berupaya untuk menormalisasi hubungan dengan Indonesia, bersama dengan Arab Saudi dan negara-negara lain. Namun, upaya itu telah dilakukan sebelum Israel perang dengan Hamas pecah pada 7 Oktober, yang sebagian besar membuat langkah tersebut kemudian terhenti.

Akan tetapi, pada hari Selasa, sebuah pesawat Indonesia mengambil bagian dalam penerjunan bantuan ke Gaza, yang menandai pertama kalinya sebuah pesawat Indonesia terbang melalui wilayah udara Israel. Selain Times of Israel dan Ynet, media Israel lain yakni Yedioth Ahronoth juga memberitakan kabar mengenai kesepakatan Israel dan Indonesia tersebut.

Normalisasi hubungan itu juga akan mengakhiri penolakan Israel terhadap pengajuan keanggotaan Indonesia ke OECD. Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara, dan ketiga di Asia yang mencapai status open for accession discussion untuk menjadi anggota penuh OECD. Dalam proses aksesi di OECD, 38 negara anggota meninjau secara mendalam negara kandidat dari berbagai aspek sebelum diterima sebagai anggota baru. Proses tersebut bisa memakan waktu lima hingga tujuh tahun.

Namun, pemerintah Indonesia berharap aksesi di OECD dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga tahun, mengingat Indonesia telah menjadi negara dengan proses persetujuan aksesi OECD paling cepat, yakni hanya tujuh bulan. Keanggotaan di OECD diyakini akan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia karena dapat meningkatkan investasi dari negara-negara OECD hingga 0,37% dan menaikkan PDB hingga 0,94%. Oleh sebab itu, Indonesia lebih memilih tidak masuk ke dalam kelompok negara BRICS yang dipelopori China. BRICS adalah akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan). Indonesia kemudian lebih memilih gabung ke OECD.

Sebagai gambaran, OECD dibentuk pada tahun 1960 oleh 18 negara Eropa beserta Amerika Serikat dan Kanada dengan bertujuan untuk mempererat kerja sama ekonomi dan pembangunan. Saat ini OECD terdiri dari 38 negara.

Kemenlu bantah Indonesia Normalisasi dengan Israel

Sementara itu Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menepis isu bahwa Indonesia akan menormalisasi hubungan dengan Israel demi keanggotaan Organization of Economic Cooperation and Development (OECD).

“Terkait isu pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel, saya tegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada rencana untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel,” sebut juru bicara Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal, dalam keterangannya, Jumat (12/4/2024).

“Terlebih di tengah situasi kekejaman Israel di Gaza saat ini, posisi Indonesia tidak berubah dan tetap kokoh mendukung kemerdekaan Palestina dalam kerangka two-state solution,” tambah dia.

Ia menegaskan, Indonesia akan selalu konsisten berada di garis terdepan membela hak-hak bangsa Palestina.

“Indonesia akan selalu konsisten, berada di garis terdepan membela hak-hak bangsa Palestina,” tuturnya.

Terkait keanggotaan Indonesia di OECD, Iqbal mengatakan bahwa prosesnya akan memerlukan waktu yang cukup panjang. Peta jalan keanggotaan Indonesia di OECD direncanakan akan diadopsi pada Mei mendatang dan banyak hal yang harus disiapkan oleh Indonesia.

“Waktu yang diperlukan setiap negara untuk menyelesaikan proses keanggotaan penuh di OECD berbeda-beda. Semua tergantung kesiapan negara tersebut,” ujar dia.

Beberapa negara, kata Iqbal, memerlukan waktu tiga hingga lima tahun dalam proses keanggotaannya. Dia mengaku tidak bisa memastikan kapan Indonesia akan diterima menjadi anggota penuh OECD. (Frd)