Editor Indonesia, Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup menguat pada perdagangan Jumat (1/8), meskipun mayoritas bursa saham Asia bergerak melemah akibat tekanan tarif baru Amerika Serikat dan kekhawatiran inflasi global.
IHSG menguat 53,43 poin atau 0,71 persen ke posisi 7.537,77. Sementara itu, indeks LQ45—yang mencerminkan kinerja 45 saham unggulan—naik 6,35 poin atau 0,80 persen ke posisi 796,82.
“Mengawali bulan ini, bursa regional Asia cenderung melemah, dibayangi penerapan tarif baru Presiden AS Donald Trump sebesar 10 hingga 41 persen atas impor dari negara-negara tanpa perjanjian dagang, yang mulai berlaku hari ini,” tulis Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas dalam kajiannya.
Tekanan Global: Tarif, Data China, dan Inflasi AS
Dari Asia, survei swasta menunjukkan sektor manufaktur Tiongkok kembali melemah pada Juli 2025, memperpanjang tren kontraksi selama empat bulan berturut-turut. Faktor pelemahan ini antara lain disebabkan oleh hambatan perdagangan dan cuaca ekstrem.
Sementara itu, negosiasi dagang antara pejabat AS dan Tiongkok di Stockholm belum membuahkan hasil konkret. Presiden Trump belum menyetujui perpanjangan jeda tarif yang sebelumnya diberlakukan.
Dari sisi makroekonomi AS, data menunjukkan Indeks Harga Konsumen Personal (PCE) Inti dan umum naik di atas ekspektasi pada Juni 2025. Hal ini meningkatkan kekhawatiran terhadap inflasi yang bertahan lama dan memperkecil kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada September mendatang.
Pasar kini menanti data ketenagakerjaan AS periode Juli 2025 yang akan menjadi indikator penting bagi arah kebijakan moneter The Fed selanjutnya.
Sentimen Domestik: PMI dan Inflasi
Dari dalam negeri, S&P Global mencatat Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia naik ke level 49,2 pada Juli 2025 dari 46,9 pada Juni. Meskipun masih di bawah batas netral 50, peningkatan ini mengindikasikan perbaikan kondisi industri manufaktur.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar 4,1 miliar dolar AS pada Juni 2025. Dengan ini, Indonesia mencatat surplus perdagangan selama 62 bulan berturut-turut.
Inflasi tahunan Indonesia tercatat sebesar 2,37 persen pada Juli 2025, naik dari 1,87 persen pada bulan sebelumnya. Meskipun lebih tinggi dari proyeksi pasar (2,24 persen), angka tersebut masih berada dalam kisaran target Bank Indonesia (1,5–3,5 persen), membuka ruang potensi penurunan suku bunga untuk menopang konsumsi dan investasi.
Sektor Infrastruktur Unggul, Kesehatan Melemah
IHSG dibuka menguat dan bertahan di zona hijau sepanjang sesi perdagangan. Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, delapan sektor mengalami penguatan, dipimpin oleh:
Infrastruktur: naik 3,21%
Barang baku: naik 3,00%
Barang konsumen non-primer: naik 1,77%
Sebaliknya, tiga sektor mengalami pelemahan:
Kesehatan: turun 0,90%
Industri: turun 0,60%
Keuangan: turun 0,16%
Top Gainers dan Top Losers
Saham-saham dengan kenaikan harga terbesar:
MINA
DSFI
FUTR
FWCT
BOLA
Saham-saham dengan penurunan harga terbesar:
KBLM
OASA
CGAS
BRAM
HOMI
Frekuensi perdagangan mencapai 1.706.368 kali transaksi dengan volume 29,04 miliar lembar saham senilai Rp14,75 triliun. Sebanyak 357 saham menguat, 255 saham melemah, dan 189 stagnan.
Bursa Asia Kompak Melemah
Sore ini, bursa saham Asia bergerak di zona merah:
Nikkei (Jepang): turun 232,82 poin (0,57%) ke 40.837,00
Shanghai (Tiongkok): turun 13,26 poin (0,37%) ke 3.559,95
Hang Seng (Hong Kong): turun 265,52 poin (1,07%) ke 24.507,22
Straits Times (Singapura): turun 17,58 poin (0,42%) ke 4.156,42, (Frd)
Baca Juga:Rupiah Melemah ke Rp16.403 per Dolar AS, Dipicu Kebijakan Tarif AS