Editorindonesia, Jakarta – Ketua KPU dan ITB pembuat Sirekap dilaporkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ke Bareskrim Polri atas dugaan pelanggaran terkait dengan tahapan proses dan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. TPDI datang bersama pemerhati telematika dan multimedia Roy Suryo.
Kedatangannya kali ini, jelas Koordinator TPDI Petrus Selestinus, untuk melengkapi apa yang kurang dalam pelaporan pertamanya pada Jumat (1/3/2024) lalu.
“Kami lengkapi sesuai dengan permintaan Bareskrim bagian siber bahwa ada hal-hal teknis yang harus dijelaskan berdasarkan ilmu informasi dan transaksi elektronik dan yang punya temuan adalah Mas Roy Suryo maka hari ini Mas Roy Suryo dengan sukarela mau hadir untuk melengkapi apa yang kemarin menurut siber Bareskrim belum lengkap,” kata Petrus kepada wartawan, Senin (4/3/2024).
Sayangnya, meski sudah dilengkapi sesuai yang diminta, Bareskrim Polri kembali menolak laporan tersebut. Petrus mengaku sangat kecewa karena dirinya telah mengikuti semua arahan pada laporan pertamanya yang juga ditolak saat itu.
“Terdapat perbedaan pendapat yang tajam dengan pihak Bareskrim Polri karena menurut mereka apa yang mau disampaikan itu masuk menjadi wewenang dari Gakkumdu atau Bawaslu. Padahal informasi yang mau disampaikan Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara adalah dugaan tindak pidana yang menyangkut pelanggaran hukum, menyangkut kejahatan politik tingkat tinggi, menyangkut kelangsungan kepemimpinan nasional yang harus berproses dari prosedur yang jujur, benar dan adil,” ujarnya.
Sementara itu, Roy Suryo mengaku diminta TPDI hari ini secara profesional untuk memberikan bukti dengan kesaksiannya sebagai ahli. Bukan hanya dirinya, namun Roy Suryo mengungkap juga ada ahli IT lain yang akan diminta TPDI melakukan hal serupa.
“Jadi, hari ini saya akan menjelaskan bukti-bukti apa yang ada yang itu memperkuat bahwa bukan hanya soal kecurangan tapi tindakan melawan hukum yang itu jelas ranahnya ada di Bareskrim,” kata Roy Suryo.
Menurut Roy, berbagai macam temuan seeprti ada data yang tidak sesuai, banyak data yang mengalami perubahan. Adanya angka-angka yang tidak wajar dan membuat kegaduhan. “Adanya Sirekap ini konsen kita ke KPU, yang membuat keresahan di masyarakat bahkan perpecahan di masyarakat,” ujar Roy.
Lebih lanjut, Roy Suryo menambahkan, sayangnya Bareskrim Polri berpandangan jika apa yang dilaporkan masih dalam ranah Pemilu sehingga diminta untuk ke Gakkumdu.
“Jadi saran dari Bareskrim adalah karena ini masih dalam ranah Pemilu dan di Gakkumdu itu ada kepolisian, kejaksaan ya diminta untuk ke sana. Tapi, kita tadi juga menyampaikan akan mengirimkan surat kepada Kabareskrim dan surat itu juga sudah diterima,” ucapnya.
Sebelumnya, ketua KPU dan anggota KPU dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pemilu 2024 ke Bareskrim Polri. Laporan ini dilayangkan olah Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Jumat (1/3).
Koordinator TPDI Petrus Selestinus menyatakan prihatin karena Polri belum mengambil langkah-langkah untuk menyelidiki perbedaan pandangan masyarakat mengenai hasil hitungan Pemilu yang meresahkan masyarakat. Untuk itu, TPDI melaporkan ke Polri dengan harapan memberikan kejelasan kepada masyarakat.
Selain melaporkan pimpinan dan anggota KPU, TPDI juga melaporkan pembuat aplikasi Sirekap. Aplikasi Sirekap merupakan Sistem Informasi Rekapitulasi yang digunakan oleh KPU untuk menghitung suara pada Pemilu 2024.
“Pertama-tama, kami meminta agar Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, dan enam anggotanya didengarkan. Selanjutnya, karena disebutkan bahwa Sirekap adalah hasil kerja sama antara KPU dan ITB, kami juga mengajukan permintaan untuk mendengarkan penjelasan dari rektor ITB, apakah Sirekap yang sedang diperdebatkan saat ini merupakan produk dari ITB,” ungkap Petrus.
Petrus mengungkapkan bahwa pihaknya telah membawa sejumlah bukti untuk memperkuat laporan mereka. Namun, ia merasa kecewa karena laporan tersebut ditolak oleh pihak Bareskrim Polri. Sebagai alternatif, TPDI disarankan untuk membuat pengaduan masyarakat (dumas) langsung kepada Kabareskrim Polri, Komjen Wahyu Widada. (Her)