dok.ist

Periksa dan Audit Forensik IT KPU agar Legitimasi Data Bisa Dipercaya

Penulis: DR. KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, AI, OCB & Multimedia Independen

Tulisan ini sebenarnya merupakan Simpulan & Penegasan dari sebelumnya (“Selain Etik, Catatan Buruk Teknik di Pemilu 2024“) kemarin (16/2/24), karena banyak sekali pihak -termasuk Media- yang meminta saya langsung “to the point” tanpa harus kehilangan Referensi keilmiahannya, agar Masyarakat awam lebih mudah mencerna apa yang sebenarnya terjadi secara teknis pada sistem IT yang digunakan KPU di Pemilu 2024 ini.

Intinya adalah, meski sistem SIREKAP berbasis OCR (Optical Character Recognizer) dan  OMR (Optical Mark Reader) ini bukan hal baru, bahkan embrionya sendiri sudah bisa dibilang “kuno” semenjak 110 tahun silam (1914), namun ironisnya KPU tidak bisa memanfaatkan secara maksimal, bahkan lebih bisa disebut asal-asalan karena saking banyaknya kesalahan teknis sampai menjadikanya Trending Topic selama beberapa hari terakhir, memalukan!.

Bagaimana tidak, SIREKAP ini belum pernah diuji teknik & publik secara benar2 terbuka dan diawasi oleh Tim Independen di infrastruktur IT yang digelar untuk 38 Provinsi di Indonesia yg memiliki heterogenitas baik Teknologi maupun SDM-nya. “Sertifikasi” yang konon dimilikinyapun hanya dari Kemkominfo dan bukan Institusi yang seharusnya kompeten memberikannya seperti BRIN. Itupun hanya diberikan kepada Aplikasi yang bisa diunduh, tidak mencakup SDM atau Operator yang menjalankannya.

Oleh karena itu menjadi tidak aneh kalau banyak sekali “anomali” seperti seringnya angka salah dipindai (misalnya 1 menjadi 7 atau bahkan 4, juga penambahan desimal yang membuat jumlahnya fantastis sampai ribuan, padahal lazimnya 1 TPS hanya berkapasitas 300 orang). Tuduhan adanya “algoritma sisipan” seperti yg disampaikan berbagai pihak-pun menjadi tidak bisa dihindari, karena “kesalahan” ini terjadi secara nyaris seperti TSM (Terstruktur Sistematis Masif) di banyak tempat, tidak hanya hitungan jari.

Belum lagi kalau ditelisik lebih jauh, sebenarnya SIREKAP yang merupakan bagian dari Nilai Proyek Pemilu 2024 yang totalnya mencapai Rp71 Trilyun ini tidak benar-benar independen dan mandiri dijalankan di Indonesia, karena diketahui secara teknis Website Sirekap-web.kpu.go.id yang saat ini digunakan oleh petugas KPPS terhubung dgn IP Address 170.33.13. Jika ditelusuri alamat website tersebut mengarah pada “Alibaba Singapura”. Kemudian, website pemilu2024.kpu.go.id terhubung dgn Zhejiang Taobao Network Co., Ltd.

Kembali lagi ini soal ETIKA, karena meski secara hukum Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan sejak 17 Oktober 2022 lalu dan Peraturan Pemerintah (PP) No.71/2019, namun UU PDP memang secara efektif baru akan wajib digunakan dua tahun setelah diundangkan, artinya beberapa bulan lagi.

Jadi pemanfaatan server Alibaba di luar negeri ini memang belum bisa dipidana secara hukum, namun sangat tidak etis masih dipakai mengingat seharusnya KPU mempertimbangkan SDM nasional dari Indonesia sendiri, apalagi Beaya yang digunakan sangat besar (belum risiko yang harus ditanggung jika data tersebut secara praktis menjadi tidak aman karena tidak berada di dalam negeri).

Kesimpulannya, sangat ceroboh dan tidak masuk akal sistem SIREKAP yang digunakan di Pemilu 2024 ini, mulai dari belum terujinya Sistem yang digunakan tetapi langsung diterapkan di kegiatan yang sangat strategis nasional seperti Pemilu, Sertifikasi yang kurang kompeten dan hanya menyangkut Aplikasinya, belum termasuk SDM penggunanya, kesalahan-kesalan nyaris TSM yang terjadi, sampai kepada Data yang disimpan ternyata terkait dengan server di luar negeri yang sangat rawan terjadi kebocoran data (tidak sesuai dengan UU PDP dan Aturan-aturan hukum lainnya di Indonesia).

Oleh karena itu, tegas saya sarankan : Periksa dan Audit Forensik IT KPU agar legitimasi data yang dihasilkan bisa dipercaya dan sah secara Hukum untuk hasil Pemilu 2024, sebab kalau tidak maka hasil SIREKAP ini sangat tidak legitimate dan praktis memang akan selalu dipertanyakan keabsahannya, apalagi dengan entengnya KPU hanya bisa beralasan “manusia pasti ada kesalahan.” (***)