Editor Indonesia, Konkep – Dugaan pelanggaran hukum dan pembangkangan terhadap perintah negara mencuat kembali dalam kasus aktivitas tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara. Sebuah video udara tertanggal 15 Mei 2025 memperlihatkan sekitar 50 alat berat milik PT GKP diparkir di Pos 5, disertai tumpukan ore nikel di area yang diduga kawasan hutan pulau kecil.
Padahal, sebelumnya pemerintah telah memerintahkan penghentian aktivitas tambang dan melakukan penyegelan. Namun, dalam video yang beredar, terlihat adanya dugaan pembukaan segel oleh pihak perusahaan setelah petugas meninggalkan lokasi.
Wakil Ketua DPRD Konkep, Sahidin, menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap hukum dan negara.
“Pemerintah sudah segel, tapi dibuka kembali. Ini bukan pelanggaran biasa, ini pembangkangan terhadap negara. Harus ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum,” ujar Sahidin melalui sambungan WhatsApp, kepada editorindonesia.com, Jumat (16/5/2025).
Sahidin menegaskan bahwa aktivitas tambang di Pulau Wawonii telah dinyatakan melanggar hukum melalui tiga putusan Mahkamah Agung dan satu putusan Mahkamah Konstitusi, yang pada intinya melarang eksploitasi tambang di wilayah pulau kecil.
“Kalau hukum diabaikan terus, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan terhadap negara. Ini bukan sekadar konflik regulasi, tapi kejahatan lingkungan,” ucapnya tegas.
Namun demikian, klarifikasi datang dari pihak perusahaan. Hendry Drajat, Manager Strategic Communication PT GKP, saat dihubungi pada Jumat (16/5/2025), membantah adanya pembukaan segel secara sepihak. Ia menyatakan bahwa video yang beredar tidak menggambarkan penyitaan atau penutupan jalan secara permanen.
DPRD Konkep Desak APH Bertindak, PT GKP Klarifikasi Soal Video Pembukaan Segel Tambang di Pulau Wawonii
“Video yang beredar itu tidak menunjukkan penutupan dan penyitaan alat berat, Mas. Penutupan akses memang sempat terjadi, tapi hanya berlangsung beberapa menit,” kata Hendry menjawab editorindonesia.com.
Ia juga menjelaskan bahwa sempat terjadi miskomunikasi antara pihak perusahaan dan pemerintah daerah, namun hal itu telah diselesaikan secara koordinatif.
“Kemarin memang sempat ada miskomunikasi dengan pihak Pemda, tapi sudah selesai dikoordinasikan oleh kedua belah pihak,” tambahnya.
Terkait penarikan alat berat dari area pit tambang, Hendry menyebut hal itu merupakan bagian dari penyesuaian operasional menjelang musim hujan.
“Kami sedang melakukan evaluasi menyeluruh atas alat berat demi keselamatan kerja dan optimalisasi produksi. Ini langkah antisipatif,” jelasnya.
Meski pernyataan resmi telah disampaikan, DPRD Konkep tetap menegaskan bahwa penegakan hukum atas dasar putusan MA dan MK adalah prioritas, apalagi menyangkut kawasan pulau kecil yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014. (Har)












