Ilustrasi

HIPMI Desak Revisi Pemendag 50/2020 untuk Perkuat UMKM dari Serbuan Lokapasar

Editor Indonesia, Jakarta – Ketua Bidang UMKM Koperasi dan Kewirausahaan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tri Febrianto meminta pemerintah memperkuat eksistensi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), dengan mewaspadai serbuan produk impor dari berbagai lokapasar dan sosial commerce.

Salah satu contoh sosial commerce yang dinilai dapat menggerus UMKM adalah TikTok melalui Project S. Menurut Tri, dengan harga yang tidak wajar atau terlampau murah, sosial commerce ini hanya menguntungkan produk-produk asal China saja.

Untuk itu, ujar Tri melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (15/9/2023), HIPMI meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50 Tahun 2020 untuk memperkuat ketentuan perizinan usaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui system elektronik.

“Saat ini perdagangan di ranah media sosial seperti ruang yang kosong (tanpa regulasi), ini yang kemudian memicu pihak TikTok bisa bertindak dengan seenaknya dengan menciptakan pertarungan usaha tidak seimbang dengan pelaku UMKM lokal,” kata Tri.

Berdasarkan laporan Bank Indonesia nilai transaksi perdagangan elektronik di Indonesia sebesar Rp476,3 triliun pada 2022. Sedangkan, volume transaksinya tercatat sebanyak 3,49 miliar kali.

Nilai transaksi perdagangan niaga pada 2022 lebih tinggi 18,8 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp401 triliun.

“Namun yang disayangkan nilai transaksi sebesar itu dinikmati produsen luar negeri seperti China. Di saat UMKM kita masih terseok-seok belum mampu bersaing, malah muncul ancaman baru yakni Project S TikTok,” katanya.

Tri juga menyoroti menjamurnya sosial commerce di Indonesia ini dikhawatirkan akan membunuh UMKM lokal. Banjirnya produk impor yang dijual reseller di TikTok Shop memiliki harga yang lebih rendah ketimbang produk buatan UMKM asli Indonesia sehingga produk UMKM tak laku dijual.

Menurut Tri, sosial commerce hari ini menjadi mimpi buruk bagi para UMKM Lokal, karena yang berjualan melalui sosial commerce telah menjelma menjadi predator pricing. Yakni menjual dengan harga yang lebih murah dari pesaing, tujuannya untuk mematikan pesaingnya, ini sangat berbahaya. (Didi)

Baca Juga:HIPPI DKI Jakarta Nilai Wajar PelaranganTiktok Shop,