Pendidikan

Ramadan, Momentum Terbaik untuk Jihad Melawan Hawa Nafsu dan Penyucian Jiwa

×

Ramadan, Momentum Terbaik untuk Jihad Melawan Hawa Nafsu dan Penyucian Jiwa

Sebarkan artikel ini
Ramadhan, Momentum Terbaik untuk Jihad Melawan Hawa Nafsu dan Penyucian Jiwa
Ilustrasi jihad melawan hawa nafsu/dok. Editor Indonesia-AI

Oleh: Dr Adian Husaini*

Kita meyakini bahwa Rasulullah ﷺ diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Syariat Islam yang beliau bawa adalah jalan menuju kebahagiaan dan kemenangan. Rasulullah ﷺ juga diutus untuk menyempurnakan akhlak dan memiliki tiga tugas utama, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

  1. Menyampaikan ayat-ayat Allah
  2. Menyucikan jiwa manusia
  3. Mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah

(QS Al-Baqarah: 151, Al-Jumu’ah: 2)

Sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ, kita diberikan panduan lengkap untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat. Namun, mencapai kebahagiaan sejati tidaklah mudah. Jiwa dan raga kita perlu dilatih dan didisiplinkan. Di sinilah ibadah Ramadan menjadi puncak pendidikan diri—sebuah momentum untuk menyucikan jiwa dari penyakit-penyakit hati serta melatih fisik dalam pengendalian diri.

Jihad Melawan Hawa Nafsu: Perjuangan Sejati di Ramadan

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam Zaadul Ma’ad membagi jihad menjadi empat bagian:

  1. Jihad melawan hawa nafsu
  2. Jihad melawan setan
  3. Jihad melawan kaum kafir
  4. Jihad melawan kaum munafik

Di antara keempatnya, jihad melawan hawa nafsu adalah yang paling mendasar. Ibnul Qayyim juga membagi jihad ini menjadi empat tingkatan:

  1. Jihad untuk mencari ilmu
  2. Jihad untuk mengamalkan ilmu
  3. Jihad untuk mendakwahkan ilmu
  4. Jihad untuk bersabar dalam dakwah

Rasulullah ﷺ menegaskan pentingnya jihad ini dalam sabdanya:

“Al-Mujaahidu man jaahada nafsahu fillahi ‘Azza wa Jalla.”
Artinya: “Seorang mujahid sejati adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya di jalan Allah.”  (HR. Tirmidzi)

Berjihad melawan hawa nafsu bukan perkara mudah. Ia membutuhkan kesungguhan, ilmu, dan pertolongan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang berhasil mensucikan jiwanya adalah mereka yang beruntung, sedangkan mereka yang membiarkan jiwanya ternoda akan mengalami kehancuran.

“Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
(QS Asy-Syams: 9-10)

Membangun Pribadi Sejati: Pelajaran dari Ramadan

Buya Hamka dalam bukunya Pribadi (Jakarta: Bulan Bintang, 1982, cetakan ke-10) menegaskan bahwa manusia dihargai bukan karena tubuhnya, tetapi karena jiwanya.

Ia menulis sebuah perumpamaan:

“Dua puluh ekor kerbau yang sama gemuk dan kuat memiliki harga yang serupa. Tetapi dua puluh manusia yang sama tinggi dan kuat belum tentu memiliki nilai yang sama. Sebab, bagi kerbau, tubuhnya yang berharga. Namun bagi manusia, pribadinya yang menentukan.”

Islam adalah agama yang adil. Umat Islam disebut ummatan wasatha (umat yang terbaik dan seimbang) sebagaimana dalam QS Al-Baqarah: 143. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.”

Allah bahkan menurunkan perintah khusus agar Rasulullah ﷺ mendidik para sahabat untuk memiliki kekuatan berkali lipat dibanding musuh-musuh mereka (QS Al-Anfal: 65-66). Mereka tidak hanya memiliki keimanan yang kokoh, tetapi juga ilmu dan fisik yang tangguh, sebagaimana yang dicontohkan oleh Thalut (QS Al-Baqarah: 247).

Karena itu, Islam mengajarkan keseimbangan antara kesehatan fisik dan kekuatan jiwa. Kita wajib menjaga tubuh agar tetap sehat, namun jika mengalami keterbatasan fisik, bukan berarti kita kehilangan kesempatan untuk menjadi pribadi yang hebat.

Seperti yang dikisahkan Hamka, Panglima Besar Soedirman tetap memimpin gerilya meski paru-parunya tinggal satu. Kekurangan fisik tidak melemahkan semangatnya dalam memperjuangkan bangsa.

Ada juga kisah Socrates, filsuf Yunani yang wajahnya tidak menarik. Namun, ketika ia berbicara dan mengajarkan ilmunya, semua muridnya terkesima dan menghormatinya.

Ramadan: Waktu Terbaik untuk Penyucian Jiwa

Dua bulan lalu, kita telah memohon kepada Allah:

“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta pertemukanlah kami dengan Ramadhan.”

Alhamdulillah, Allah mengabulkan doa kita. Sekarang, kita berada di bulan yang penuh berkah ini. Kita tidak tahu apakah ini Ramadan terakhir kita. Maka, jangan sia-siakan kesempatan emas ini untuk berjihad melawan hawa nafsu, memperbaiki diri, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT karena Ramadan momentum terbaik

Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk menjalani ibadah terbaik di Ramadan 1446 Hijriyah ini. Amin.

*) Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII)