Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat/dok.editor indonesia/HO-KSPSI

Ketum KSPSI Jumhur Hidayat Sesalkan Pemikiran Prabowo

Editorindonesia, Jakarta – Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat, menyesalkan pemikiran Calon Presiden (Capres) Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto, yang meminta agar kaum buruh jangan banyak menuntut upah ke pengusaha. Sebab, jika dia terpilih menjadi presiden pada Pilpres 2024, Prabowo berjanji akan memberikan banyak subsidi kepada buruh

“Perspektif di pemikiran Prabowo itu adalah business bias atau pengusaha bias. Jadi bias kepada pengusaha, bukan bias kepada keadilan, dalam hal ini keadilan bagi kaum buruh,” tegas Jumhur dalam siaran tertulisnya, Kamis (9/11/2023).

Jumhur menguraikan labour revenue atau pendapatan buruh dan juga capital revenue dalam satu usaha di Indonesia masih sekitar 39%, paling rendah di Asean Five. Sementara di dunia yang lebih beradab seperti di Eropa bisa sampai 60% pendapatannya untuk buruh.

Jadi, lanjut Jumhur, mereka lebih menghargai kaum buruh. Sementara kita masih jauh di bawah itu. Karena itu, Jumhur menilai, kalau buruh ingin pendapatan lebih dari sisi itu masih masuk akal.

Peran Negara

Berbicara soal investasi, Jumhur mengutip pernyataan ekonom Faisal Basri, yang sudah membuat gambaran bahwa keluhan investor soal perburuhan itu hanya urutan ke-11. Yang pertama itu ketidakpastian kebijakan, perpajakan, dan sebagainya.

Jumhur juga menyampaikan dari 2003 sampai sebelum lahirnya UU Omnibus Law pada 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia tinggi dengan peraturan yang lama. Namun sekarang dibuat peraturan yang lebih merendahkan kesejahteraan kaum buruh, sementara pertumbuhan ekonomi malah nyungsep (menurun).

“Jadi tidak ada hubungan antara kita menservis pengusaha dengan pertumbuhan tinggi, tidak ada hubungan itu. Yang ada malah bisa sebaliknya karena pertumbuhan disumbangkan 56-57% dari belanja masyarakat,” jelas Jumhur.

Ia mengingatkan, kalau kaum buruh tidak memiliki upah yang cukup, maka daya beli rendah, UMKM terpukul. Sektor-sektor yang memberikan produksi massal juga akan terpukul, termasuk yang berteknologi tinggi seperti motor, sepeda, peralatan rumah tangga dan tentunya seperti garmen dan sebagainya karena masyarakat tidak memiliki uang untuk membelinya.

“Jadi perspektifnya tidak boleh jangka pendek, itu perspektif abad 18 sampai awal abad 20, dimana pokoknya kaum buruh diperas setinggi-tingginya untuk mendapatkan keuntungan bagi pengusaha,” tegasnya.

Cara pandang Prabowo terhadap buruh itu, jelas Jumhur, merupakan cara pandang di abad ke 18-19. Sekarang, di abad 21 bicaranya di luar konteks yang disampaikan Prabowo Subianto.

“Yang betul itu adalah hadirkan keadilan, yang menguntungkan bagi pengusaha dan buruh. Nah di situ harus ada peran negara, bukan seperti yang disampaikan Prabowo,” sesal Jumhur.

Menurut Jumhur, pandangan Prabowo itu justru negara abai tidak mau berperan, malah banyak hal yang bisa memberikan keuntungan lebih bagi pengusaha tapi gara-gara negara gagal menghadirkan satu servis buat mereka, maka keuntungan pengusaha terpotong.

Ia menunjuk contoh mengenai biaya logistik, pelabuhan, transportasi, pungli, dana-dana KKN yang tidak berhubungan industri yang semuanya merugikan dunia usaha dan jumlahnya besar.

Menurut Jumhur, di Malaysia itu biaya logistik sudah 13% dari PDB, sementara Indonesia masih 20-23%. “Jadi tinggi sekali. Coba kalau kita bisa potong sampai 16% itu luar biasa sangat menguntungkan dunia usaha, jadi ngga ribut lagi dengan buruh,” ungkap Jumhur.

Ketua Umum KSPSI itu juga menyoroti masalah bunga bank yang tinggi sekali seperti rentenir. “Negara hadir dong, di negara tetangga bisa 4-5% kenapa di kita harus 12% bahkan jauh di atas dari BI Rate, marjin terlalu luas, spreadnya terlalu tinggi,” ucapnya.

Minim Kehadiran Negara

Menurut Jumhur, negara harusnya hadir agar pengusaha bisa lebih mendapatkan pendapatan daripada harus membayar bunga. Sehingga biaya buruh bisa lebih dikompromikan.

Ia juga menyampaikan keluhan para pengusaha mengenai banyaknya barang impor yang tidak perlu, bukan hanya beras dan gula, tapi juga produksi-produksi lokal yang harusnya mengisi pasar di sini tapi diisi oleh barang-barang impor, termasuk impor produk manufactur yang mayoritas dari China.

“Jadi harus ada keadilan negara, bukan hanya menyalahkan buruh. Itu sangat disesalkan sekali,” jelas Jumhur seraya menambahkan, ia mengoreksi pernyataan Prabowo.

“Tidak seperti itu yang terjadi. Level tuntutan yang disampaikan buruh itu masih sangat masuk akal,” pungkasnya.

Sebelumnya saat berpidato dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, di Jakarta, Rabu (8/11), Capres Prabowo Subianto meminta agar buruh tidak banyak menuntut pengusaha soal kenaikan upah.

Menurut Prabowo, jika dirinya terpilih menjadi presiden 2024, ia akan memberikan sejumlah subsidi kepada para buruh. Antara lain subsidi BBM, biaya kesehatan, biaya sekolah, hingga makan siang gratis.

“Kita sudah welfare state, kita akan bicara ke pemimpin buruh, ‘eh saudara, kesehatan nggak bayar, subsidi listrik, subsidi BBM, kemudian sekolah. Sekolah harus kita bikin enggak bayar, kemudian kita akan kasih makan siang’,” kata Prabowo. (Her)

Baca Juga: Jumhur: Buruh Indonesia dan Seluruh Dunia Boikot Pengiriman Barang ke Israel